Enam hari saya berada di Manado, saya hanya sempat mandi tiga kali. Sementara Gunung Lokon sudah meletus lima kali. Saya berada di Sulawesi Utara berbarengan dengan momen tingginya aktivitas Gunung Lokon. Sedari beberapa hari ini, gunung berapi yang menaungi Tomohon
Sulawesi Utara
Saat Teduh di Gua Gelap
“Ini bukan teduh, tapi suram!” protes saya kepada Haidir ketika kami memasuki gua gelap gulita di Bukit Doa Tomohon. Di dalam gua kecil inilah biasanya umat Nasrani yang mengadakan acara ibadah akan menyepikan diri untuk berdoa. Pada ruang tengah gua
Kapel di Bukit Doa Mahawu
“Aduh, kamu berani sekali sendirian dari Jakarta. Aduh, hati-hati di jalan ya,” di balik suara lantang melengking Bu Magdalena, saya melihat sepasang matanya menatap saya kasihan. Bu Magdalena bukan perkecualian. Seperti umumnya orang tua Indonesia, solo traveling sudah dianggap setara
Menyisir Bukit Doa Tomohon
Kabut mengambang rendah di tinggian Tomohon. Beberapa saat kemudian saya terpaksa harus membuka kaca helm demi melihat jalanan dengan lebih jelas. Sementara kendaraan-kendaraan bermunculan dari balik kabut di depan seakan-akan baru saja keluar dari dimensi lain. Tujuan kami pada hari
Dekat Menatap Manado Tua
Alfred Russell Wallace pernah mendapuk Manado sebagai salah satu yang terindah di belahan bumi timur nusantara. Namun waktu nampaknya tidak terlalu ramah kepada tanah ini. Manado yang dulu cantik dan anggun, kini riuh dengan kendaraan bermotor dan mikrolet yang semrawut.
Travel di Bolaang Mongondow
Mobil travel di Sulawesi Utara punya skema rada nyeleneh. Semakin belakang duduknya, semakin murah pula tiketnya. Dengan skema ini kursi paling mahal tentu saja tempat duduk sebelah sopir. Karena baru pertama kali saya menghadapi skema seperti ini, jadilah saya memilih
Mengecap Kesunyian Linow
Tanpa kaok burung hutan, mungkin ia hanyalah kesenyapan tak bertuan. Danau cantik di ceruk Minahasa ini memang biasa dinikmati dalam diam, tanpa sepatah kata pun termenung menikmati cangkir demi cangkir kopi yang aromanya berbaur dengan aroma sulfur. Lilinowan, dalam Bahasa
Bisik Lirih Danau Linow
Di simpang jalan itulah saya diturunkan. Kabut tebal setinggi hidung menyelimuti Lahendong sementara saya seorang diri berjalan membawa ransel besar. Gerimis nampak belum bosan-bosan membasuh tanah Minahasa semenjak pagi tadi, mengiringi langkah saya masuk ke kerimbunan Danau Linow. Hans menjabat
Tiga Jam Menunggu Mobil
Udara dingin menyeruak. Kabut mulai turun. Sementara saya masih terpaku seorang diri di tepi jalanan sepi Kabupaten Minahasa. Sudah tiga jam saya berada di sini penuh harap akan ada mobil melintas yang berbaik hati memberikan tumpangan. Jarang sekali ada mobil
Terdampar di Tondano
“Tondano? Ini Tondano. Kamu mau turun di mana?” tanya si sopir angkot kebingungan. Wajar apabila dia kebingungan sebab saya sendiri juga bingung mau turun di mana. Pokoknya saya hanya ingin melihat Danau Tondano, terserah mau turun di mana. Akhirnya diturunkannyalah