Jalan menanjak berbelok curam ke kanan, kemudian setir dibanting ke arah kiri, mengikuti kontur jalan raya yang mendadak menurun, kemudian lari ke kanan dan menanjak lagi. Barangkali dari sinilah istilah ‘mabuk kepayang’ itu berasal. Nama kampung ini adalah Kepahiang, penduduk
Bengkulu
Membelah Bengkulu Tengah
“Saya kira kalau naik Lion Air bakal baru mendarat jam sepuluh,” celetuk bapak tua sopir kami entah bercanda entah serius. Namun berkenaan dengan reputasi Lion Air selama ini, beliau memang tidak bisa disalahkan. Jadilah kami yang mendarat tepat waktu di
Senja di Kepahiang Kabawetan
Jalanan di Kepahiang adalah lorong yang diapit pohon-pohon tanpa cabang yang berdiri tegak lurus layaknya pagar pekarangan. Di sebaliknya hampar hijau kebun teh melingkungi kawasan Kepahiang Kabawetan dalam satu sebaran yang berujung pada hutan tropis di ujung sana yang mana
Danau Mas Harun Bastari
Disebut Danau Mas karena warna permukaannya agak kekuningan seperti emas. Demikianlah menurut sebuah tulisan saya saya cerabut dari internet. Lantaran tulisan tersebut pulalah saya harus bersusah payah memicingkan mata mencari kekuningan yang dimaksud. Sejauh mata memandang hanya terlihat sebuah danau
Bukit Kaba Berselimut Kabut
Halimun turun setinggi hidung. Saya berdiri di ambang tebing Bukit Kaba, menatap jauh ke arah kawah gunung yang tertutup oleh gugus-gugus kabut tebal. Sebenarnya saya menantikan tersibaknya kabut agar pemandangan cantik di depan sana terhampar jelas, sayangnya sedari tadi cuaca
Kabut Tebal di Bukit Kaba
Kabut yang turun semakin ditunggu malah semakin tebal. Tidak terlihat ada apapun di bawah sana. Cindy dan saya menunggui di puncak bukit sembari diterpa ciprat-ciprat air gerimis yang turun dengan agak segan. Padahal kami tahu ini adalah puncak yang berbahaya.
Berjibaku Menuju Bukit Kaba
Naik ke Bukit Kaba ibarat berkendara di atas permukaan bulan. Jalanan yang hanya selebar rentangan kaki dengan permukaan bercampur antara bebatuan keras dan lumpur becek membuat sepeda motor yang kami tumpangi harus terseok-seok dalam penanjakan yang lebih cocok ditaklukkan dengan
Rafflesia Arnoldii nan Raksasa
“Tidak ada yang mekar sekarang, dua minggu lagi, Bang!” pesan singkat dari Pak Zul tersebut menyudahi niatan saya untuk membelokkan rute dari Pagaralam. Namun yang jelas dua minggu kemudian saya kembali ke Tanah Pasemah. Bukan lagi Tanah Pasemah tujuan saya,
Berburu Rafflesia di Bengkulu
Rafflesia Mekar. Sebaris tulisan corat-coret merah di spanduk kumal yang terpancang di tepi jalan lintas Kepahiang mengalihkan perhatian kami. Pak Yono menepikan mobil ke bahu jalan yang berlumpur. Saya melompat turun dan menyapa seorang bapak tua yang berdiri di bawah
Di Bawah Nama Fatmawati
Awalnya Fatmawati bermaksud meminta pendapat Soekarno ihwal pinangan seorang anak wedana terhadap dirinya. Bukannya mendapatkan saran, Soekarno justru menyatakan cinta. Di Bumi Rafflesia inilah Fatmawati, seorang keturunan putri dari Kerajaan Indrapura, mengenyam pendidikan di sebuah sekolah Katholik. Dalam pembuangannya di