Matahari sudah lewat. Tetapi mobil kami belum. Jalanan yang sendat membuat perjalanan seratus meter serasa penuh perjuangan. Ditambah dengan gelapnya malam yang membuat sopir agak kesulitan untuk memindai posisi jalan. Saya berjongkok di bak belakang, berpegangan erat pada tiang-tiang besi yang melintang demi menghindarkan pantat saya dari benturan kencang.
Seperti yang sudah-sudah, mobil polisi ini kembali terperosok ke dalam benaman lumpur. Setengah dari rodanya tenggelam dan tidak lagi sanggup mendorong maju seluruh beban badan mobil. Saya hanya menelan ludah ketika menyadari bahwa saya nyaris tidak dapat melihat apa-apa di luar sana. Mobil yang kami tumpangi terjebak pada lautan lumpur di tengah-tengah kegelapan malam hutan lebat di Gunung Mutis.
Saya melompat turun dari mobil, diikuti oleh beberapa personel polisi yang menenteng tambang. Pak Kapolres meminta kami berkumpul, total terdapat dua belas orang laki-laki yang sanggup menarik mobil tersebut keluar dari kubangan. Caranya sederhana, tambang diikat pada badan mobil kemudian ditambatkan pada batang pohon besar. Kami berduabelas kemudian berjuang sekuat tenaga untuk menarik mesin berbobot dua ton ini keluar dari kubangan.
Usaha selusin orang ini membuahkan hasil. Meskipun dengan tangan terbaret-baret lantaran harus berjibaku menarik tambang di tengah kegelapan malam, setidaknya kami sekarang mampu melanjutkan perjalanan. Sinyal ponsel sudah tidak mampu menggapai kawasan ini namun GPS dari satelit menunjukkan bahwa masih ada perjalanan lima kilometer lagi di depan sana. Artinya, perjuangan belum usai.
Mobil kembali dipacu melewati lintasan berlumpur. Setiap beberapa ratus meter satu atau dua mobil terperosok dan terjebak di dalam kubangan. Cara yang sama dipergunakan untuk mengevakuasinya keluar dari kubangan, dengan mengandalkan tenaga manual dari selusin manusia yang sudah nyaris kehabisan asa.
Jam menunjukkan pukul delapan malam, namun Desa Fatumnasi seakan masih jauh dari jangkauan. Saya hanya berharap rombongan kami bisa secepatnya keluar dari hutan Gunung Mutis lantaran mendung sudah menggelayut di atas sana menghalangi kerlap-kerlip bintang. Apabila hujan deras membasuh tanah ini, maka pungkaslah sudah harapan kami untuk mencapai desa malam ini.