Entah apa maksudnya orang ini mengendarai sepeda motornya melintasi jalanan Sumatera Utara sembari membawa seekor babi di kerangkeng. Bukan hanya itu, di atap kandang babi itu terlihat seekor monyet mengendarai seekor anjing. Seakan-akan metafora untuk serangkaian umpatan : babi, monyet,
Sumatera Utara
Satu Singgahan di Berastagi
“Turun di sana. Kol itu tidak akan ke mana. Tetapi kapan lagi abang balik ke sini,” celetuk Simon sambil memarkirkan mobil kijangnya di tepi jalanan Berastagi yang ramai siang itu. Saya pun melompat turun dari mobil, mengambil posisi tepat di
Di Bawah Deru Sipisopiso
Saya cuma bisa menatapnya dari kejauhan. Heri dan Simon bilang tidak ada waktu untuk turun mendekat. Memang. Saya hanya sempat mampir lantaran saya harus segera buru-buru berpindah kota lagi setelah kembali ke Medan esok nanti. Dari atas sini Sipiso-piso masih
Wisata Iman di Sidikalang
Indonesia pernah memuncaki survei Gallup. Pertanyaan survei tersebut sederhana saja, seberapa penting agama bagi anda. Hasilnya, Indonesia adalah negara urutan paling wahid di dunia yang menganggap agama itu urusan super-penting. Tidak salah. Di petilasan yang mereka sebut Wisata Iman Sitinjo
Masuk ke Kabupaten Dairi
Gelak tawa kemudian teriakan-teriakan tidak jelas. Segerombolan anak SMA berkejaran dengan angkot yang sepertinya sudah kelewat penuh hingga si sopir enggan berhenti. Mengetahui polah anak-anak yang ngotot untuk mengejar, si sopir melambatkan mobilnya. Seperti predator menangkap mangsanya, mereka melompat ke
Matahari Terbit di Bukit Tele
Heri memacu mobil rongsok itu menembus pekatnya pagi buta. Bukit Tele namanya, sebuah tinggian di luaran Samosir, menghadap langsung ke luasan Danau Toba. Di dekapan udara pagi Samosir yang dingin berdesir, kami tiba di ceruk bukit tepat di ambang Danau
Santap Malam di Pangururan
Enam tujuh pasang mata menatap kami bertiga. Sesaat setelah kami turun dari mobil dan menjejakkan kaki di sebuah lapo di selip Samosir, seisi warung hanya tertegun. Sunyi senyap di kedai kecil yang hanya diterangi cahaya redup lampu petromaks menari-nari. “Ada
Menjangkau Pulau Samosir
Dari Parapat ke Tuktuk Siadong. Dari daratan Sumatera ke telatar Samosir. Kami berlepas menuju ke sebuah pulau yang selama ini hanya pernah saya ketahui dari buku pelajaran SD itu. Pulau yang terletak di jantung Danau Toba ini mampu dijangkau dengan
Terminus Kampung Parapat
Mentari senja mengusap wajah. Rerumputan kering yang sedari tadi mengalasi duduk saya mulai terasa menusuk-nusuk, namun saya berusaha untuk tidak peduli. Siang baru saja pungkas tanpa permisi, memposisikan matahari tepat di hadapan muka yang absah merona kemerahan. Parapat adalah kampung
Hanya Dengan Ikan Asin
Mereka cuma punya nasi dan tiga cuil ikan asin. Cabe pun kita harus menambah sendiri. Pejalan jauh memang tidak sepantasnya mengharap macam-macam. Apapun itu, apalagi di sudut-sudut kampung seperti ini, harus bisa kita terima dan syukuri. Jadilah siang ini di