“Tiga penumpang lagi kita berangkat,” ucap mbak penjaga kepada Bayu dan saya yang duduk di atas mobil wahana Eco Green Park, “Tugas kalian sederhana saja, ambil pistolnya kemudian tembak patung pemburu yang muncul dari balik pohon. Setiap tembakan yang kena dapat poin.”
Sepintas terdengar mudah. Namun dari pengalaman saya bermain-main dengan sensor selama bekerja di Intel, saya meragukan akurasi pistol infra merah ini untuk dapat melakukan tembakan dari jarak jauh. Namun namanya juga sekedar permainan tanpa hadiah, jadi bolehlah kami coba saja untuk menghilangkan rasa penasaran.
Tidak berapa lama, satu keluarga yang terdiri dari lima orang masuk ke wahana. Kami berdua diminta bergeser ke kursi belakang sementara mereka menempati kursi depan dan tengah. Mobil pun berjalan mengitari sebuah taman kecil dan kami diharuskan menembak setiap unit patung-patung pemburu yang muncul dari balik pohon. Apabila kena, maka patung tersebut akan jatuh. Saya coba tembak kepala Bayu, sayangnya tidak terjadi apa-apa.
Berbeda dengan dua kompratriotnya, Eco Jatim Park memang lebih menekankan diri ke aspek hiburan keluarga. Di sini kita tidak hanya bisa bermain di berbagai macam wahana, namun juga mengunjungi langsung peternakan kambing, sapi, kuda, dan sentra industri madu untuk melihat prosesnya.
Teruntuk saya pribadi, bagian paling menarik dari Eco Jatim Park justru adalah koleksi burungnya. Mulai dari ratusan jenis kakatua hingga beberapa burung elang langka dari sudut-sudut planet.
Beberapa koleksi lain dari Eco Green Park adalah Rumah Terbalik yang segala perkakasnya jungkir balik sehingga menjadi tempat menarik untuk berfoto. Sementara di bagian lain juga terdapat mainan seperti Angry Birds yang mana kita menembak boneka-boneka dengan ketapel. Singkat cerita, rasanya kami belum terlalu tua untuk menikmati hiburan semacam ini.