Sampit punya ojek online. Namanya Pitjek, dibaca pit-jek, bukan picek. Singkatan dari Sampit Ojek. Sistem ordernya pun tidak melalui aplikasi melainkan sesederhana dengan menggunakan WhatsApp. Dari sana kita mengirimkan order kepada administrator dan beberapa waktu kemudian kita akan dihubungi oleh tukang ojek yang menjemput kita juga melalui WhatsApp.
Dengan metode seperti inilah saya berkeliling Sampit. Termasuk ketika saya harus melewatkan makan malam di Restoran Kampoeng Oelin bersama Sandra. Restoran yang menawarkan hidangan khas Sampit ini terletak di tepian Sungai Mentaya, di bawah nuansa remang-remang dengan lampu yang seadanya.
Sedialah saya malam ini memilih makanan yang pokoknya namanya saya belum pernah dengar. Semakin alien namanya maka semakin tinggi tingkat keharusan saya untuk memesan. Hidangan pertama adalah Oseng Humbut Pekat, yang tidak lain adalah sayur bambu muda. Rasanya pahit bercampur gurih dengan sedikit pedas, ini adalah salah satu masakan khas Kalimantan Tengah.
Hidangan lainnya adalah Hampap Iwak Karing alias sayur santan mirip opor yang isinya ikan asin. Rasanya pikir sendiri. Ini adalah kuliner khas Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah, yang mana rasanya cukup unik tetapi Sandra nampaknya tidak doyan. Menu yang lain adalah Gangan Pucuk Kunjui Batumbuk alias sup sayur yang ada labunya. Rasanya agak datar.
Menu favorit yang tentu saja tidak boleh terlewat adalah ikan jelawat. Ikan yang sudah menjadi maskot Kota Sampit ini kono semakin lama semakin susah didapatkan. Iwak Batu’up Jelawat adalah masakan jelawat yang dibakar sementara Gangan Asam Kepala Jelawat adalah sejenis pindang dengan konten utama ikan jelawat.
Sampit punya banyak kuliner khas yang belum terekspos dengan baik. Saya beruntung berkesempatan untuk mencicip sedikit, eh banyak, menu yang berasal dari daerah ini. Pada kesempatan berikutnya, saya akan mencoba lebih banyak lagi. Tentu saja.