Legenda Orang Pendek

“Uhuk pandak itu badannya pendek,” terang Pak Kasim.

“Pendekan mana sama saya?” tanya saya setengah mencoba mengklarifikasi relativitas dari makna pendek di dalam kalimat bapak penjaga hutan itu.

Pak Kasim tertawa lebar, mengisyaratkan bahwa uhuk pandak itu bukan hanya pendek, melainkan kerdil. Sambil menyesap sisa-sisa rokok terakhirnya, Pak Kasim melanjutkan cerita, “Tidak sekedar cebol, tetapi kakinya juga terbalik. Jadi ketika melangkah ke utara, jejak kakinya ke arah selatan.”

Entah seperti apa makhluk yang dikisahkan Pak Kasim ini. Banyak orang yang mengaku pernah melihatnya sekilas, termasuk dua turis Britania Raya pada tahun 1995. Dikarenakan banyaknya kisah-kisah serupa, WWF memutuskan untuk memasang kamera di beberapa bagian dari hutan di gunung ini namun belum pernah menemukan apa-apa. Para ahli yang penasaran menduga uhuk pandak adalah spesies kera besar langka yang hanya terdapat di Kerinci.

Benarkah? Entah. Namun teruntuk sebagian masyarakat Jambi, ia adalah manusia.

“Ya, kalau menurut para ahli sih katanya benar ada,” terang Pak Kasim, “Soalnya memang pernah ditemukan sisa-sisa makanan dan sisa-sisa jejak kaki aneh ini. Tetapi makhluk benerannya belum pernah ketangkep.”

Saya asyik mendengarkan cerita Pak Kasim sementara kami berjalan melintasi jalanan yang terjal berlumpur lantaran gerimis yang mengguyur sejak pagi. Sekujur kaki saya sudah berwarna coklat pekat berlumuran lumpur lengket yang terangkat seiring kaki melangkah. Dan tidak. Di sepanjang perjalanan ini kami tidak berpapasan dengan sang orang pendek.

Banyak yang menjadi saksi, namun tidak ada satu pun di antara mereka yang membawa kamera atau sempat menjepretkan kameranya untuk mengkaptur imagi makhluk ini. Sampai saat itu tiba, entah kapan, uhuk pandak atau orang pendek tetap menjadi legenda Kerinci.