Di sebelah kanan kiri jalan hanya terlihat tongkonan demi tongkonan. Sesekali sawah. Kemudian tongkonan dan tongkonan lagi, sampai entah sudah berapa jauh kami dari Rantepao. “Ke mana kita ini?” tanya Rudy kepada saya dengan was-was. Saya juga tidak tahu. Pokoknya
Kab Tana Toraja
Kuburan Bayi di Kambira
Tidak terlihat seorang pun di sana. Hanya sebaris bambu yang menjulang rapat-rapat memapas berkas cahaya matahari yang masuk dari sela-selanya. Tanah yang masih lembab karena hujan semalam mengantarkan Rudy dan saya menuju ke sebidang tanah yang ditumbuhi oleh pohon dengan
Semuanya Serba Tongkonan
Tongkonan adalah ikon bagi Toraja. Rumah-rumah beratap tinggi menjulang ini adalah aktor reguler di dalam promosi-promosi pariwisata Indonesia. Tidak salah apabila atap yang besar ala tongkonan ini menjadi salah satu aksesoris wajib di gedung-gedung pemerintahan dan fasilitas publik yang tersebar
Tau-tau di Tebing Lemo
Baru kali pertama saya melihat kuburan bak etalase toko serba ada. Setidaknya seratus patung kayu berpakaian lengkap disusunkan berjajar di kolom-kolom tebing. Setiap balkon menampung hingga selusin patung, yang masing-masing menghadap ke arah perbukitan lepas, menghasilkan suasana surreal ketika saya
Kematian di Tana Toraja
“Mari kemari, kakak harus bertemu nenek,” ajak gadis kecil itu dengan senyum cerah yang saya jawab lewat sebuah anggukan ringan. Tentu saja. Mengapa tidak? Barangkali nenek punya cerita menarik untuk dibagikan kepada saya. Saya berjalan mengikutinya menyusuri petak-petak sawah dan
Telaga Permai di Sisi Toraja
Kerikil sebesar kepalan tangan tersebar merata di badan jalan. Laluan sempit yang membawa kami ke Telaga Tilanga memang tidak beraspal. Sepeda motor yang saya kemudikan berulang kali terperosok ke dalam lubang jalanan, hingga akhirnya saya menyuruh Rudy untuk turun dan