Patok-patok baja ditanamkan ke dalam bumi dengan susah payah, diiringi oleh dentum-dentum kencang empat kali semenit. Segerombolan pekerja dengan rompi oranye terus sibuk mengukur dan menggali. Nampaknya mereka sedang mengerjakan proyek gedung baru di pesisir selatan Pulau Nunukan. Seorang pria tua dengan helm proyek duduk di bedeng kayu mengamati tingkah rekan-rekannya bekerja seraya menyesap rokok.
“Dulu saya bekerja di Malaysia,” kisah Pak Ikhsan menghela napas panjang di sela-sela sesapan rokoknya, “Di sana duit lebih banyak tetapi pengeluaran juga lebih banyak. Sewaktu saya diberi tahu di Indonesia sekarang sudah banyak pekerjaan, saya kembali ke sini.”
Di negeri seberang, kentut saja bayar. Kurang lebih demikian ledekan yang sering diucapkan oleh pekerja-pekerja yang memutuskan untuk kembali ke Indonesia. Namun tentu bukan hanya itu alasan mereka kembali. Orang-orang seperti Pak Ikhsan kembali ke Indonesia karena lapangan kerja di Kalimantan Utara perlahan-lahan mulai terbuka.
“Sebatik tidak pernah kelaparan,” kelakar Yusuf seraya melambatkan laju mobilnya pada sebuah tikungan tajam di jalan perbukitan, “Di Sebatik masyarakat punya sawah yang menghasilkan padi berlebih. Di selatan ada banyak kebun kelapa sawit. Di Mantikas sana, warga hidup dari mencari ikan di laut. Beberapa sisanya beternak kambing dan ada pula yang melakukan budidaya rumput laut yang beberapa sudah dikirim ke luar negeri.”
Pulau Sebatik dulu memang pernah tersengal-sengal. Digadang-gadang sebagai pulau terdepan yang terbelakang, daerah ini sempat minim fasilitas publik. Bagaimana mau memproduksi biofuel apabila truk-truk kelapa sawit saja tidak bisa melintas lantaran tidak ada akses jalan?
Namun sekarang sedikit demi sedikit semua telah berubah. Jalan raya yang mulus kini membelah Pulau Sebatik dan truk-truk kelapa sawit terlihat berseliweran. Akses telekomunikasi sudah lancar meskipun pilihan operator terbatas dan pelabuhan-pelabuhan perikanan yang baru diaktifkan pun mempermudah para nelayan di dalam mencari tangkapan hingga perairan Sulu.
Pulau Sebatik tidak menggantungkan diri pada satu sektor ekonomi. Meskipun barang-barang konsumen dan sumber daya semacam minyak harus diambil dari luar pulau, namun setidaknya bahan pangan sudah dapat terpenuhi dari dalam pulau ini sendiri, bahkan kini berkelimpahan.