Kisah Portugal yang Terusir

Tidak memerlukan waktu lama bagi Dewan Kesultanan Ternate untuk mengangkat Kaicil Baab. Sang pangeran mendapatkan gelar Sultan Baabullah Datu Syah mengambil alih tongkat komando dari ayahnya, Sultan Khairun, yang tewas dibunuh oleh Portugal. Teruntuk Sultan Baabullah pengangkatan dirinya sebagai penguasa kesultanan hanya berarti satu misi, membalaskan dendam kematian ayahnya.

Ujung pedang Sultan Baabullah diarahkan kepada Lopez de Mesquita, gubernur yang memberikan mandat untuk membunuh Sultan Khairun. Sontak hal ini menyulut ketegangan antara Kesultanan Ternate sebagai tuan tanah dengan armada Portugal yang berlanjut kepada konfrontrasi senjata antara kedua belah pihak. Yang jelas, Portugal kalah jumlah.

Dalam waktu singkat, tiga benteng Portugal jatuh ke tangan Ternate. Baik Santo Lucas, Santo Lucia, maupun Santo Pedro berhasil direbut oleh rakyat Ternate yang kemarahannya sudah meluap. Sultan Baabullah kemudian memerintahkan rakyat untuk mengepung benteng Sao Paulo, fortifikasi terakhir pertahanan Portugal sekaligus tempat di mana Lopez de Mesquita berdiam.

Kepungan yang dilakukan oleh Sultan Baabullah ini membuat penguasa Portugal bereaksi. Mereka memecat Lopez de Mesquita dan menggantinya dengan Alvaro de Ataide. Langkah tersebut tidak membuat Sultan Baabullah menghentikan pengepungan. Bahkan beliau juga mencabut seluruh hak-hak istimewa monopoli rempah-rempah Portugis di Maluku, termasuk hak misi keagamaan Jesuit yang diberikan oleh Sultan Khairun.

Hubungan antara Ternate dan Portugal tidak pernah membaik semenjak saat itu. Konflik-konflik kecil terus pecah di berbagai tempat hingga akhirnya pasukan Portugal yang terdesak pun kesulitan untuk mempertahankan hegemoni di Maluku. Pasukan Ternate yang berkekuatan tiga puluh armada kapal dan tiga ribu tentara bahkan menggempur basis pertahanan Portugal di Ambon dan mendudukinya.

Adapun Benteng Sao Paulo di Ternate masih berada di dalam pengepungan rakyat selama nyaris lima tahun. Hingga akhirnya seluruh armada Portugal menyerah dan meninggalkan Ternate untuk selama-lamanya. Beberapa yang tinggal di Ternate hanyalah mereka yang sudah berkeluarga dengan istri penduduk lokal, mereka pun kemudian menjadi abdi kesultanan.

Hari ini saya berdiri di atas reruntuhan Benteng Sao Paulo yang pernah menjadi napas terakhir Portugal di tanah ini. Tidak banyak yang tersisa selain sebelah dinding yang masih berdiri tegak.

Kemenangan Ternate atas Portugal ini menjadi catatan penting di dalam historia nusantara. Berkat kemenangan ini, penjajahan Portugal terhadap Indonesia dapat dipatahkan, sekaligus menjadi bukti kemenangan terhadap bangsa barat. Walaupun demikian, tidak lama kemudian sebuah bangsa lain yaitu Belanda segera mendarat di tanah ini dan memulai babak kolonialisme baru di nusantara.