Di Bogor, makan takkan pernah berakhir satu ronde. Setidaknya demikianlah spirit yang kami berempat bawa ketika mengunjungi Kota Hujan ini. Dengan semangat seperti itu maka jangan salahkan kami apabila kemudian empat anak hilang ini berkeliaran di sepanjang sentra-sentra kuliner Bogor
Kota Bogor
Bogor Bersama Bima Arya
“Pembangunannya sekarang jadi kenceng tapi banyak yang keliru,” ledek Eumir ketika kami berempat sedang menikmati santap siang, “Misalnya itu trotoar Kebun Raya ada di sebelah kanan jalan. Padahal kan kebanyakan orang menyetop angkot di sebelah kiri jalan. Kalau begini siapa
Menjadi Si Pemakan Segala
“Bakmi? Boleh. Nasi goreng juga. Sate ayamnya beli saja sepuluh kita buat berempat,” ucap saya sambil terus membolak-balik buklet menu, “Gurami goreng juga cocok. Sayurnya belum nih, mau kangkung dan buncis?” Entah berapa banyak porsi makan yang kami berempat pesan
Hutan Di Tengah Kota Bogor
Aroma petrikor melayang-layang setinggi hidung. Baunya berbaur dengan nuansa teduh hitam mendung yang belum beranjak dari latar angkasa. Jalan setapak yang membelah pohon-pohon menjulang pun terlihat becek lantaran gerimis yang terus menerus turun sepanjang hari di Kota Hujan, membuat suasana
Menjajah Kebun Raya Bogor
Kebun raya di jantung kota adalah abstraksi paling mudah untuk menyamarkan hiruk pikuk kota Bogor. Semua kesemrawutan dan ketidakberesan Kota Hujan tersamarkan di sana, terpapas oleh rimbun pepohonan dan getar-getar air danau yang dicucup oleh bibir rusa-rusa yang minum dari
Pizza Kayu Bakar ala Bogor
“Itu. Itu di internet katanya ada pizza kayu jati,” usul Wahyu. “Kayu bakar. Bukan kayu jati,” protes Bayu membenarkan. Sejatinya pizza kayu bakar dari Kedai Kita ini memang sudah terkenal ke seantero Bogor, bahkan lambat laun sudah meregional, alias menembus