“Pak, kita berhenti di sini saja!” seru kami kepada sais perahu. Perahu rapuh yang semenjak tadi tersengal-sengal membelah Sungai Musi itu melambatkan lajunya, kemudian menepi ke dinding sebuah dermaga batu yang terletak di wilayah Ulu Sungai Musi. Inilah Kampung Arab
Sumatera
Ulu dan Ilir Sungai Musi
Dari sini Jembatan Ampera terlihat begitu ikonik. Dua menara pancangnya megah mendukung jembatan yang menghubungkan kawasan ulu dan ilir, dua dunia dari Kota Palembang. Ada anggapan bahwa kawasan ilir adalah yang lebih dahulu maju, dengan pusat bisnis dan historis yang
Malam Benteng Kuto Besak
“Hati-hati ya kalau di sini, jangan terlalu mencolok,” ucap sopir taksi online yang menurunkan Khairi dan saya di depan pelataran Benteng Kuto Besak. Bagi saya yang sudah pernah ke Palembang sebelumnya, saya bisa paham bahwa area ini memang tenar dengan
Pagoda dari Pulau Kemaro
“Dua ratus ribu!” kata Pak Antoni membuka harga ketika melihat kami menanyakan perihal perahu yang akan berangkat ke Pulau Kemaro dari lapangan Benteng Kuto Besak. “Seratus ribu!” kata Khairi mencoba menawar dengan setengah ngasal. Setelah melalui perdebatan yang pelik, akhirnya
Palembang Terus Melaju
“Di sini macet sejak pembangunan LRT,” demikianlah ucapan sopir taksi yang saya tumpangi siang itu. Ucapan yang kurang lebih sama sudah saya dengar setidaknya tiga kali hari ini, masing-masing dari petugas keamanan hotel, pelayan kafe, dan seorang teman. Terkadang orang
Qur’an Raksasa Palembang
“Kan bapak belum pernah ke sini, bapak ikut turun saja sekalian,” ajak Khairi pada sopir taksi yang mengantar kami ke Pondok Pesantren Al-Ihsaniyah di kawasan Gandus. Sambil nyengir, bapak sopir taksi menolak ajakan kami. Jadilah kami berkunjung berdua saja ke
Makam Tua yang Terabaikan
Jerangan matahari senja yang jahanam tidak mengurungkan niat saya untuk menyusuri pekarangan yang terbengkalai di sudut Kota Pangkalpinang ini. Beberapa nisan tua nampak teronggok di sudut-sudutnya, tidak ada yang mempedulikan. Adalah sebuah keajaiban bahwa bongkah-bongkah batu makam ini masih bertahan
Seorang Diri di Pasir Padi
Barangkali tidak ada yang cukup sinting untuk bermain-main di pantai pada tengah hari yang panas membara tepat di tengah bulan puasa seperti ini. Tidak mengherankan apabila Pantai Pasir Padi pada pagi ini nampak sedemikian kosong. Hanya terlihat beberapa orang penduduk
Museum Timah Pangkalpinang
Derak roda loko sudah lenyap diredam zaman. Seakan memberi kesempatan bagi deru mesin truk untuk menggantikannya. Zaman memang telah berubah. Namun Bangka tetaplah identik dengan timah yang bertebaran di seantero tanahnya. Etimologi Bangka sendiri lahir dari kata ‘wanka’ yang berarti
Sisa Kejayaan Nusa Timah
Batangan timah itu terasa agak dingin tatkala bersentuhan dengan punggung tangan saya yang terbakar matahari. Stempel ‘Banka’ terpahat jelas pada salah satu penampangnya. Trademark, kata mereka, untuk timah kualitas terbaik yang pernah ada di nusantara. Timah Bangka sempat menghidupi dunia.