Desir-desir angin gunung di bawah teduhnya lereng Merapi masuk melalui sela-sela jendela museum. Setengah lusin arca batu menatap beku segelintir pengunjung berjalan menyusuri pasase-pasase koridor sempitnya. Lukisan-lukisan para Raja Mataram yang terpampang di bawah pencahayaan serba minimal menguatkan nuansa suram
Jawa
Mencari Museum Budaya Jawa
Namanya digadang-gadang sebagai salah satu museum terbaik di Indonesia. Bersanding di papan atas bersama Museum Bank Indonesia, House of Sampoerna, dan Museum Tsunami Aceh, tidak salah apabila Museum Ullen Sentalu masuk ke dalam daftar ‘wajib kunjung’ teruntuk saya pribadi. Saya
Di Atas Hutan Pinus Dlingo
Dari atas bukit ini batas langit terlihat begitu jauh. Arak-arakan kapas putih mengambang rendah mengatapi bukit-bukit pendek yang tersebar merata di seantero Imogiri. Sementara Monika dan saya lebih banyak menghabiskan waktu untuk berdiskusi hal ihwal pekerjaan dan perkuliahan. Matahari sebenarnya
Amfiteater Alam di Dlingo
Papas-papas daun pinus menghalang-halangi cahaya matahari yang masih malu-malu. Saya merapatkan jaket setinggi dagu dan melangkah pelan menyusuri jalan setapak yang lembab akibat hujan semalam suntuk, sementara Monika mengikuti. Hutan Pinus Dlingo sempat populer di dunia maya beberapa saat silam
Mangunan di Atas Awan
Jika bukan karena sendat-sendat gugus kapas putih itu, tempat ini tidak akan jadi seperti pasar malam. Tetapi apa mau dikata, semenjak era berkibarnya media sosial, Mangunan nan cantik berselimut awan di pagi hari ini memang seakan tidak pernah pungkas menjadi
Matahari Terbit di Mangunan
Sama seperti tidak ada buaya di Lubang Buaya, tidak ada buah di Kebun Buah Mangunan. Entah siapa yang mulai duluan dengan lelucon tidak lucu untuk menamai tempat ini sebagai kebun buah atau barangkali pada masa lalu memang ada kebun buah
Bank Mandiri di Kota Lama
Bangunan uzur yang berdiri di hadapan saya ini dulunya pernah mengendalikan perdagangan di seantero pantai utara Jawa. Adalah Nederlandsche Handel Maatschaappij yang berkantor di gedung ini. Namun semenjak tahun lalu, Bank Mandiri melakukan restorasi besar-besaran terhadap gedung ini dan menjadikannya
Jejak Historia Kota Lama
“Empat penari membikin hati menjadi senang, aduh, Sungguh kayanya tari mereka Gambang Semarang.” Ia adalah pernyataan artistik sejati dari benci tapi rindu. Di sudut kafe sempit itu, dendang Gambang Semarang mengalun rancak menyesaki ruangan yang dipisahkan oleh sebilah kaca dengan
Old City Trick Art Museum
“Berapa harga tiketnya?” tanya saya kepada mbak-mbak penjaga museum yang mirip bar film koboi ini. “Satu orang? Lima puluh ribu, Mas!” serunya menjawab dari balik teralis. Mahal. Untuk standar Kota Semarang, uang lima puluh ribu setara dengan tiga kali makan.
Di Jantung Tua Semarang
Lengking panjang peluit memecah lamunan saya. Lokomotif uzur ini mengakhiri perjalanan di Stasiun Tawang lebih siang daripada seharusnya. Di sinilah jantung Kota Semarang. Di sinilah pusat kota yang pernah menjadi bandar terbesar di nusantara pada era kolonialisme. Di seluar Stasiun