Ujung Jejak Gajah Sumatera

Dahulu kawasan timur Lampung adalah hutan lebat. Namun kini sebagian telah rusak, setengahnya menjadi semak belukar dan setengahnya lagi menjadi sawah ladang. Semak belukar adalah ulah para gajah Sumatera yang gemar merubuhkan pepohonan dan menghabiskan pohon-pohon kecil hingga mereka sulit tumbuh besar, sementara sawah ladang adalah ulah para manusia yang tidak pernah puas memperluas lahan.

Celaka dua belas memang bagi hutan di kawasan ini yang semakin lama semakin sempit.

Saya memandang ke luas tanah Taman Nasional Way Kambas, nampak para gajah sedang bermain-main di atas kubangan lumpur, beberapa sisanya berkeliaran di atas rerumputan becek. Ada satu pohon yang dahannya hampir melengkung lantaran sedari tadi digoyang-goyang oleh seekor gajah betina yang berusaha merubuhkannya untuk menggapai dedaunan.

Diperkirakan di Sumatera hanya tersisa sekitar dua ribu ekor gajah liar. Sebuah angka yang sejatinya sangat mengkhawatirkan, apalagi dua tahun silam gajah-gajah ini naik satu peringkat dari genting menjadi kritis, alias makin gawat. Di Taman Nasional Way Kambas sendiri diperkirakan terdapat kurang dari tiga ratus ekor gajah, yang artinya hampir seperenam dari total gajah di seluruh Sumatera.

“Dulu tempat ini banyak hutan, tetapi gajah-gajah itu sudah merusak pepohonan jadinya kawasan ini jadi seperti lapangan semak-semak. Di luar sana juga hutan tetapi di luar kawasan taman nasional, itu juga sudah dibuka oleh penduduk,” terang Pak Sofyan, “Jadi sebenarnya hutan di sini itu dipepet oleh manusia dan gajah.”

Habitat gajah sendiri sebenarnya sudah semakin menipis. Hal tersebut menyulitkan mereka untuk berkembang biak dengan cepat untuk mampu menambah jumlahnya. Namun menurut pengakuan para staf di Taman Nasional Way Kambas, gajah yang ditangkarkan di sini jumlahnya justru terus bertambah karena keberhasilan perawatan. Sementara gajah liar jumlahnya justru menurun.

Saya melanjutkan langkah di perbukitan yang tertutup semak belukar, tanahnya licin yang berbalut lumpur. Katijah, gajah generasi tertua di seantero Way Kambas, melintas di depan saya. Menolehkan wajahnya sebentar kemudian melanjutkan perjalanan menjauh. Sedih rasanya melihat gajah-gajah ini menggantungkan hidup dari konservasi dan uluran tangan manusia lantaran alam liarnya sudah tidak sanggup lagi menopang kelangsungan hidup mereka.

Dari atas bukit saya mengambil beberapa gambar, Pak Sofyan mengisyaratkan agar saya melanjutkan perjalanan karena hari sudah agak sore. Saya mengangguk dan meninggalkan kawanan gajah. Barangkali di sinilah jejak terakhir dari ujung perjalanan gajah Sumatera.