Sisa-Sisa Kesultanan Siak

Gaung proklamasi di Jakarta tiada punya arti tanpa pergerakan di kantong-kantong republik yang baru lahir itu. Indonesia tidak begitu saja terbentuk langsung dari Sabang hingga Merauke. Ada pengorbanan dan pengabdian yang melandasi jalan terjal terbentuknya republik ini. Sultan Syarif Kasim II adalah satu dari putra daerah terbaik bangsa yang mengabdi kepada Indonesia kala itu.

Sumbangan sebesar tiga belas juta gulden dari Sultan Siak kala itu sangat membantu Indonesia sebagai sebuah republik yang baru lahir dan belum punya apa-apa. Hari ini saya berkesempatan untuk secara langsung berkunjung ke Istana Siak Sri Indrapura, tempat di mana Sang Sultan Siak pernah memegang tongkat komando Selat Malaka.

Untuk ukuran sebuah kesultanan yang sudah tidak lagi memiliki pemegang tampuk kekuasaan, Istana Siak Sri Indrapura boleh dibilang sangat terawat. Halaman depan istana ini ditumbuhi sebuah taman yang hijau dengan bunga-bunga yang masih segar, sementara dinding istananya pun nampak secara rutin dirawat. Bagian dalam istana pun tidak kalah memukau, koleksi-koleksi patung perunggu, lukisan, diorama, hingga entertainment set macam gramofon purba semuanya masih nampak terawat.

“Di sini ada alat pemutar musik namanya Komet,” terang bapak pemandu ketika kami melintasi sebuah kotak kaca berukuran sebesar kulkas, “Alat musik ini masih sering diputar ketika ada tamu penting yang singgah ke istana ini.”

Pada penghujung abad ke-19, Kesultanan Siak Sri Indrapura mengalami kemunduran. Kekalahan dalam persaingan dagang dengan kolonialis Eropa di Selat Malaka, ditambah dengan lepasnya Langkat, Asahan, Deli, dan Indragiri membuat pengaruh kesultanan melemah. Berangsur-angsur beberapa wilayah seperti Bengkalis dan Bintan turut lepas, Siak Sri Indrapura meredup.

Kesultanan Siak Sri Indrapura bertahan hidup hingga masa Republik Indonesia mendeklarasikan kemerdekaan. Sultan Syarif Kasim II menyerahkan kerajaannya untuk bergabung dengan republik yang masih belia ini. Bahkan beliau pulalah yang bersama Sultan Serdang membujuk seluruh raja dan sultan Sumatera Timur untuk bergabung dengan Indonesia.

Riwayat Kesultanan Siak Sri Indrapura berakhir dengan bergabungnya kesultanan kaya ini dengan republik, mengakhiri masa-masa penurunan yang terjadi selama satu abad terakhir. Sultan Syarif Kasim II sendiri kemudian diangkat sebagai pahlawan nasional Republik Indonesia dan namanya diabadikan sebagai nama bandara internasional di Pekanbaru.

Sementara di sini, di hadap saya saat ini, terpapar sisa-sisa dari sebuah kesultanan besar Melayu yang dahulu kala pernah begitu digdaya.