Kapal motor yang hanya terisi setengah itu bersandar di dinding dermaga. Saya lantas melompat turun dan berjalan secepat mungkin keluar dari pelabuhan. Saya tidak mengenal sama sekali daerah ini dan seperti pengalaman yang sudah-sudah, semakin cepat keluar dari pelabuhan maka semakin cepat kita terbebas dari ancaman kejahatan.
Setidaknya demikian. Perjalanan kapal dari Tanjungpinang ke Tanjungbalai ini benar-benar membuat saya kelaparan. Lantaran ketika kapal berangkat pagi saya sama sekali belum sempat sarapan dan harus segera berlayar selama beberapa jam. Beruntung pelabuhan Tanjungbalai tidak jauh dari pusat kotanya, sepelemparan batu saja saya sudah bisa menemukan rumah makan.
Tanjungbalai memang punya penduduk etnis Tionghoa dalam porsi besar. Akibatnya rumah-rumah makan Tionghoa tersebar di sepanjang jalannya dan hanya butuh sepersekian menit bagi saya untuk menentukan pilihan. Jadilah pada pagi itu saya singgah di sebuah rumah makan yang nampak menawarkan menu Bak Kut Teh sebagai andalannya.
Perkenalan saya dengan Kota Tanjungbalai adalah melalui satu porsi Bak Kut Teh. Aroma daging babi yang nikmat berpadu dengan pedas khas nusantara membuat saya langsung terpicu untuk menjelajah kota ini lebih jauh. Semoga saja Tanjungbalai menyimpan banyak kejutan untuk saya nantinya.