Bima dari Pinggir Ngarai

Saya meminta Anif menghentikan motornya. Kami berdiri di paparan jalan raya yang sepi, tepat di ambang tebing. Sementara di bawah sana terbentang hamparan padang rumput menghijau dalam celah sempit yang diapit oleh dua perbukitan. Cahaya matahari berpendar apik menembus sela-sela awan tebal, memberikan kesan semburat aneka warna ke pelataran Bima.

Kami belum jauh dari Kota Bima, hanya sekitar setengah jam perjalanan meninggalkan kota terbesar kedua di Nusa Tenggara Barat ini, namun selain aspal mulus yang terbentang di hadapan, nyaris tidak ada tanda-tanda bahwa kami berada di dekat keramaian kota.

Hembus angin senja membuat saya diam terpaku di tepi ngarai. Sementara Anif nampak sibuk sendiri dengan sepeda motornya, merapikan beberapa barang bawaan. Kota Bima diapit oleh lautan dan perbukitan, dari tinggian tanah ini dapat kita lihat hamparan dari sisi sebalik Kota Bima yang sebagian besar belum dirambah pemukiman.

Pulau Sumbawa sendiri terdiri atas dua bagian besar, di sisi barat orang menyebut kotanya Sumbawa Besar sementara bagian timur pulau dikenal dengan nama Bima. Selain dipisahkan oleh dua region besar, kedua kawasan ini juga mempunyai etnis, bahasa, dan kebudayaan yang berbeda. Hari ini saya akan memulai penjelajahan di Bima.