Siluet Jembatan Barelang

Semburat jingga yang meleleh di sebalik kabel-kabel bajanya membuat saya terhenyak di tepi pantai. Jembatan Barelang adalah totem yang mengikat sebuah tenun Kepulauan Riau, antara Pulau Batam, Pulau Rempang, dan Pulau Galang. Jembatan utama yang terbentang di hadapan saya merentang sejauh tiga perempat kilometer, mengatasi pasase lautan sempit di antara Batam dan Rempang.

Adalah sosok Baharuddin Jusuf Habibie yang memprakarsai pembangunan jembatan megah ini demi sebuah misi besar : mentransformasi lahan kosong di Pulau Rempang dan Pulau Galang sebagai ekstensi kawasan industri Pulau Batam di kemudian hari. Kawasan otorita Batam yang pernah menjadi lengan industri bagi segitiga emas Singapura-Batam-Johor ini ternyata tidak pernah memenuhi potensinya sendiri. Ia redup ditelan oleh badai krisis finansial yang menggoyang nusantara dari masa ke masa.

Nama aslinya Jembatan Tengku Fisabillah. Namun masyarakat lebih mengenal jembatan raksasa ini dengan nama Jembatan Barelang, teruntuk masyarakat lokal, beberapa masih menyebutnya dengan nama Jembatan Habibie. Rentang jembatan ini sempat membangkitkan aktivitas perekonomian di Pulau Rempang, namun efeknya ternyata tidak sebesar proyeksi yang diharapkan.

Pulau Rempang tetap menjadi pulau yang sunyi tempat saya berpijak saat ini. Sementara Pulau Batam di seberang sana lebih sering berdenyut tidak karuan, kadang berdentum meriah dan kadang berdesir lesu. Tatkala Pulau Batam bertabur dengan investasi asing, demonstrasi buruh, hingga kriminalitas yang merajalela, Pulau Rempang terbenam dalam kasus yang sama sekali berbeda, penggundulan hutan dan masalah tanah.

Warna jingga keemasan di langit barat semakin bersaturasi dengan cakrawala menjadi merah menyala, kemudian langit terbelah dan redup dalam gelap. Saat itulah saya kembali menggeber sepeda motor menyusuri aspal mulus yang membentang seratus kilometer dan melintasi setengah lusin pulau kecil.

Ada harapan besar bahwa meluapnya Singapura akan menjadi limpahan untuk Batam. Namun entah mengapa proyeksi tersebut terasa semakin jauhb dari kenyataan. Hingga kini, Batam belum benar-benar sanggup bertransformasi menjadi zona ekonomi yang dulu pernah digadang-gadang pemerintah Orde Baru.