Satu mata rantai terpotong. Kawasan Ekonomi Khusus bukan hanya sekedar status, bagi Palu ini mempunyai makna dan implikasi yang jauh lebih besar. Kini perekonomian Palu tidak lagi berada di bawah komando Jakarta. Dengan demikian Palu mempunyai hak mengatur sendiri investasinya tanpa perlu berurusan dengan birokrasi Jakarta, terkecuali untuk ihwal bea cukai.
Areal seluas seri lima ratus hektar telah dipersiapkan di wilayah ini, menjadi jantung industri kayu dan rotan di kemudian hari. Perusahaan-perusahaan dari berbagai belah dunia sudah berencana menanamkan investasi di tanah yang dulunya sunyi senyap ini. Kemajuan ada di depan mata.
Tentu ini menarik. Lantaran berbicara Kawasan Ekonomi Khusus tidak hanya berbicara soal mata rantai birokrasi yang menjadi lebih pendek. Namun juga berbicara mengenai kesiapan sumber daya lokal, baik pemerintah maupun masyarakat, untuk memanfaatkannya.
Secara geografis, dua negara yang dibidik Palu sebagai sasaran adalah Filipina dan Malaysia, terutama bagian timur. Keberadaan Palu dan Bitung sebagai dua zona ekonomi khusus Sulawesi diharapkan memang mampu menggairahkan perekonomian dan pembangunan di pulau ini.
“Palu memang sepi seperti ini,” ucap Pak Tatang yang saya temui di tepi pantai, “Namun tak lama lagi daerah ini bisa hidup dan ramai seperti Batam. Saya yakin itu.”
Saya mengerti bahwa masyarakat Palu menyimpan harapan nan besar untuk ini. Walaupun masih terlampau jauh untuk bisa menjamin bahwa eksekusinya akan berjalan sesuai dengan harapan mereka, saya sepaham dengan Pak Tatang bahwa roda ekonomi Palu masa kini sedang bergerak berputar menggelinding menuju ke arah yang benar.