Bohong apabila saya mengatakan kota Siak tidak nampak istimewa. Sepuluh menit sebelum kapal motor merapat di dermaga, saya terpana disuguhi pemandangan gedung-gedung megah yang memagari Sungai Siak. Gedung pemerintahan, rumah ibadah, jembatan di atas sungai, semuanya serba eksageratif dalam ukuran yang kelewatan.
Masjid-masjid berdinding marbel dan Jembatan Siak yang bentangnya lebih dari satu kilometer adalah simbolisme kekayaan Siak Sri Indrapura, seakan-akan menjadi ajang untuk menunjukkan tingkat kemakmuran kabupaten kaya minyak ini.
Dua abad silam, Siak Sri Indrapura pernah kaya raya berkat penguasaan lalu lintas perdagangan di Selat Malaka. Setelah mengalami masa-masa redup akibat kekalahan dalam persaingan bisnis di Semenanjung Melayu, Siak bergabung dengan Republik Indonesia dan menjalani hari-harinya sebagai sebuah kabupaten bagian dari provinsi Riau. Lima belas tahun berselang semenjak masa otonomi daerah, Siak Sri Indrapura kembali menjadi kaya raya. Kali ini berkat minyak.
Minyak di atas, minyak di bawah. Demikian anekdot yang dilontarkan Azwar di Pekanbaru perihal Siak Sri Indrapura. Di dalam bumi Siak tersimpan sumur-sumur minyak bumi yang secara konstan dipompa keluar. Sementara di atas bumi Siak terhampar kebun-kebun kelapa sawit yang secara terus menerus juga menghasilkan minyak sawit, atau istilah kerennya biofuel.
“Dengan sumber minyak sebanyak itu, otonomi membuat Siak Sri Indrapura menjadi kabupaten yang kaya raya,” terang Azwar melalui pesan singkat kepada saya.
Saya melewatkan siang itu dengan berjalan seorang diri menyusuri waterfront Sungai Siak yang tertata apik di bawah jerangan panas matahari yang jahanam. Sunyi senyap. Hanya sesekali saja raungan mesin kapal yang melintas di sungai yang mewarnai ambien siang itu.
Tidak hanya jalan-jalan raya yang lebar dan beraspal mulus, seantero waterfront Sungai Siak pun tersedia taman-taman kecil yang terawat apik, lengkap dengan akses Wi-Fi gratis bagi seluruh penduduknya. Apabila dahulu Siak Sri Indrapura pernah kaya lantaran arus perdagangan di Selat Malaka, kini ia kembali menjadi kaya raya berkat minyak.