Sultan Murhum, Sang Haluoleo

Satu setengah dekade silam, Megawati Soekarnoputri berziarah ke tempat ini. Hanya satu tahun sesudah runtuhnya Orde Baru. Tidak lama berselang, beliau menggantikan Abdurrahman Wahid sebagai pejabat nomor satu republik ini. Pulau Buton memang mempunyai hubungan karib dengan trah Soekarno, salah satunya ada tengara bahwa tongkat komando Bung Karno diperoleh dari pulau ini. Mengenai benar atau tidaknya rumor tersebut, saya kurang tahu.

Makam itu terlihat masih sangat terawat. Dindingnya dilabur putih bersih, dihiasi tulisan dengan warna keemasan pada bagian depannya. Sementara sepasang pohon rimbun nampak meneduhi

Sultan Murhum, atau La Kilaponto, adalah Sang Haluoleo yang masyhur itu. Tokoh historis ini merupakan raja terakhir sekaligus sultan pertama Buton yang memimpin tanah ini selama lebih dari empat dekade.

Di bawah kepemimpinan Sultan Murhum, Kesultanan Buton tumbuh dari posisi terjepit. Diapit oleh dua kerajaan raksasa, Kesultanan Gowa di barat dan Kesultanan Ternate di timur, jelas menyulitkan. Namun Sultan Murhum berhasil membawa Kesultanan Buton menjadi sebuah kekuatan yang diperhitungkan di sempalan timur nusantara.

Saya tidak berlama-lama di hadapan makam ini. Fahrul menyodorkan helmnya sebagai isyarat bagi saya untuk melanjutkan perjalanan. Kami pun masuk lebih dalam lagi. Membelah Benteng Wolio.