Stasiun Tugu ibarat menumpu Jalan Malioboro. Boleh dikata di antara kota-kota besar di Indonesia tiada yang mempunyai stasiun utama dengan lokasi strategis layaknya Stasiun Tugu. Dari stasiun ini, tidak membutuhkan waktu lama bagi para pesinggah untuk langsung menjelajah atau mengunjungi destinasi di sentra Yogyakarta.
Siapa sangka bahwa pada mulanya Stasiun Tugu justru merupakan komplemen Stasiun Lempuyangan. Stasiun besar ini awalnya hanya digunakan sebagai terminal angkut hasil bumi dan pendukung Stasiun Lempuyangan yang berusia lima belas tahun lebih tua. Namun seiring dengan gerak rambat perkembangan Kota Yogyakarta, lokasi dari Stasiun Tugu yang strategis membuatnya didapuk sebagai stasiun kardinal menggantikan Stasiun Lempuyangan yang kini difungsikan sebagai pelayan kereta api ekonomi.
Stasiun Tugu memulai pelayanan tahun 1887, namun baru pada tahun 1905 stasiun ini dipergunakan sebagai terminal sarana pengangkutan penumpang. Desain bangunan Eropa yang sangat kental masih dipertahankan meskipun stasiun ini sejatinya sudah mengalami perombakan dan perluasan berkali-kali. Di hadapan Stasiun Tugu diparkir sebuah lokomotif tua sebagai ikon dari stasiun bersejarah ini.
Sejatinya Stasiun Tugu menyimpan penuh kenangan teruntuk saya pribadi. Kala masih berkuliah di STT Telkom saya harus menjalani gladi di Telkom Kutoarjo yang menjadi kepanjangan tangan dari Telkom Yogyakarta. Saat itulah di mana saya harus bolak-balik ke Stasiun Lempuyangan dan Stasiun Tugu untuk mengejar kereta lokal. Bahkan bersama para komuter lainnya, perjalanan Solo-Yogyakarta-Kutoarjo sudah menjadi menu wajib setiap pagi dan sore.
Sore itu menjelang matahari terbenam saya duduk di tepi treknya, menantikan kereta-kereta yang akan segera berlepas. Semburat cahaya jingga tercetak apik memayungi lintasan kereta api yang berlapis-lapis. Beberapa pedagang asongan nampak riuh di seluar teralis pagar stasiun, berteriak lantang menjajakan dagangan kepada penumpang yang baru turun.
Memori saya berputar kembali ke masa-masa kuliah. Di mana saya berpakaian rapi harus menunggui datangnya kereta di tengah panasnya udara Yogyakarta. Stasiun Tugu sebenarnya telah banyak berbenah, namun nuansa klasiknya masih membekas begitu dalam seakan-akan tidak pernah lenyap ditelan roda waktu.