Siang baru saja pungkas. Saya duduk di atas pasir putih Pantai Burung Mandi seorang diri menikmati teduhan pohon yang menahan jerangan matahari yang benar-benar jahanam. Sementara di ujung sana terlihat kapal-kapal nelayan dengan lambung warna-warni diparkirkan seakan tak bertuan. Pantai
Bangka Belitung
Kembali ke Vihara Kwan Im
Dari atas sini cakrawala dibelah garis lurus berwarna biru terang. Ada laut di sebelah sana yang menghadap langsung ke Selat Karimata, sementara saya berdiri di atas sebuah teras batu Vihara Dewi Kwan Im di Belitung Timur. Inilah vihara tertua dan
Yang Unik di Museum Kata
Tidak salah apabila museum ini mewakili Laskar Pelangi. Dinding-dinding kayunya dipenuhi dengan ornamen berbagai warna bak pelangi yang kadang menggairahkan namun juga sedikit memusingkan. Adalah Museum Kata Andrea Hirata yang menjadi salah satu atraksi wajib di Belitung Timur saat ini,
Replika SD Laskar Pelangi
Entah dari mana pasir sebanyak itu. Tidak terlihat bahwa Desa Gantong ini lokasinya dekat dengan laut. Sebuah bangunan sekolah yang terlihat mau rubuh dipagari oleh bilah-bilah kayu. Teringat bahwa saya pernah singgah ke tempat ini lima tahun silam dan pada
Sudut Senyap Kota Historis
Kerisak dedaunan terdengar tatkala kedua kaki menapaki jalanan berdebu Muntok. Sedemikian sunyi hingga langkah-langkah kecil saya terdengar begitu berisik. Di tikung-tikung utama kota itu saya nyaris tidak menemui siapapun terkecuali seorang pengemudi becak yang tidur lelap karena tidak punya penumpang.
Gurat Histori Wisma Ranggam
Bung Karno dan Bung Hatta pernah memimpin pemerintahan republik dari Bangka, dari sebuah kota kecil yang sudah tidak terkenal bernama Muntok. Tidak ada seorang pun di rumah ini sewaktu saya berkunjung ke Wisma Ranggam yang menjadi bekas rumah tinggal sang
Kisah Tragis Vivian Bullwinkel
Ombak tenang Pantai Radji merendam sepinggang. Perawat dari Australia berjajar rapi sewaktu serdadu Jepang menghujani garis pantai dengan peluru senapan mesin. Peluru pun berhamburan memerahkan pakaian putih korps perawat oleh darah pekat, menewaskan mereka semua. Semua kecuali satu. Suster Vivian
Elok Museum Timah Muntok
Dari luar saja saya sudah yakin bahwa saya seorang diri siang itu. Ketika masuk ke dalam, saya tambah yakin. Memang. Museum Timah Muntok ini demikian sepi, hanya nampak dua orang penjaga yang duduk-duduk di meja depan sembari bercengkerama seru. Saya
Etalase Kejayaan Masa Lalu
Muntok mempunyai andil di dalam narasi politik republik ini. Kota kecil di hujung Pulau Bangka yang didominasi oleh etnis Tionghoa (Hakka) ini menjadi tempat pengasingan Soekarno di dalam periode perjuangan kemerdekaan. Satu tahun lamanya Soekarno berada di tempat ini. Waktu
Memoar dari Kota Muntok
Tenang terselip di pesisir barat Pulau Bangka. Terbenam diurug deru roda dinamika republik yang berputar kencang. Siapa pernah sangka bahwa Muntok sempat menjadi episentrum perpolitikan dan ekonomi nusantara, atau setidak bukannya Sumatera. Kota ini Kota Timah. Muntok pernah lahir dan