Barangkali tidak ada yang cukup sinting untuk bermain-main di pantai pada tengah hari yang panas membara tepat di tengah bulan puasa seperti ini. Tidak mengherankan apabila Pantai Pasir Padi pada pagi ini nampak sedemikian kosong. Hanya terlihat beberapa orang penduduk lokal yang menjalankan aktivitas kesehariannya.
Saya datang ke Pulau Bangka pada waktu yang salah. Atau waktu yang benar. Lantaran ini adalah bulan puasa di mana nyaris seluruh tempat wisata di pulau ini sepi, termasuk penyedia fasilitasnya yang tutup. Boleh jadi ini hal positif namun boleh jadi ini agak mengganggu beberapa hal dari perjalanan saya.
Dinamai Pasir Padi lantaran pantai cantik ini mempunyai butiran pasir yang bentuknya panjang-panjang, serupa dengan miniatur bulir-bulir padi. Pantai ini merupakan salah satu destinasi paling populer bagi masyarakat Pangkalpinang dan sekitarnya yang mencari tempat pelarian pada akhir pekan. Namun pada hari kerja di bulan puasa seperti ini, hanya saya yang butuh pelarian.
Salah satu keunikan dari pantai ini adalah garis pantainya yang panjang mencapai tiga ratus meter, dengan ombak kalem, dan pasir yang padat. Bahkan ketika berkunjung ke tempat ini saya sanggup memacu sepeda motor dengan kencang menyusuri tepian airnya. Benar-benar hal paling sinting yang bisa saya lakukan di pantai wisata semacam ini.
“Kalau hari ini nggak ada orang sih, Mas,” ucap Pak Kasim yang sedang sibuk memaku pondoknya, “Kalau hari minggu tuh orang-orang pada ke sini, biasanya sih mainan pasir, mainan bola, atau mandi di tengah sana. Ya sebenarnya bahaya juga sih.”
Kunjungan saya hari ini tidak terkait dengan minat berenang, tentu saja. Saya hanya ingin mendokumentasikan sejumlah gambar, mengisi waktu luang saya selama di Pangkalpinang. Bangka yang kalem ini serasa masih menyimpan seribu misteri yang menarik untuk dijelajahi, biarlah saya menyelaminya satu per satu.