Di Masjid Sultan Suriansyah

“Kiai Damang Astungkara mendirikan wakaf Lawang Agung Masjid di Nagri Banjar Darussalam pada hari Isnain pada sapuluh hari bulan Sya’ban,” kemudian tulisan masih berlanjut namun samar-samar nyaris tidak terbaca. Gurat-gurat tulisan aksara Arab-Melayu itu tertatah selama lima abad di daun pintu Masjid Sultan Suriansyah, masjid tertua di seantero Kalimantan Selatan.

Masyarakat setempat mengenalnya dengan nama Masjid Kuin, lantaran lokasinya ada di Kampung Kuin, tidak jauh dari kawasan pasar terapung yang pernah dipopulerkan oleh sebuah stasiun televisi swasta. Selama lima abad, masjid bersejarah ini menjadi simbol kultur-religi Islam yang mengakar di Kesultanan Banjar.

“Sultan Suriansyah adalah sultan pertama Kesultanan Banjar yang memeluk agama Islam,” terang Pak Anshori ketika Kamal dan saya berkunjung ke tempat ini, “Daerah ini dikenal sebagai Banjar Lama, karena dahulu Kota Banjarmasin itu ya awalnya di sini. Di tepi Sungai Kuin ini. Pada zaman Mufti Jamaluddin, ada tiga masjid besar. Yang satu ini. Yang dua lagi Masjid Jami dan Masjid Basirih.”

Masjid Kuin dirancang dengan arsitektur tradisional khas Banjar, dengan model konstruksi panggung dan atap tumpang, yang mana setiap mihrabnya mempunyai atap sendiri-sendiri terpisah dari bangunan induk.

Saya berdiri di depan gerbang masjid. Pada bibir pintunya terpahat sebuah tatahan kaligrafi bertuliskan “Allah Muhammadrasulullah” sementara pada bagian kanan kirinya tercantum tanggal pendirian masjid bersertakan nama-nama tokoh pendirinya. Suasana masjid ini begitu teduh meskipun di luar sana Kota Banjarmasin sedang panas-panasnya.

Sepintas tata ruang Masjid Kuin mirip dengan corak Masjid Agung Demak. Tidak salah. Agama Islam memang dibawa masuk pada masa hampir bersamaan oleh Khatib Dayan dari Tanah Jawa ke Tanah Banjar. Arsitektur yang seakan-akan diadopsi langsung dari Masjid Agung Demak yang merupakan akulturasi arsitektur Jawa yang berbaur apik dengan kultur lokal Banjar menghasilkan bentuk rumah ibadah nan ikonik.

“Mas, kita lanjut makan yuk,” ajak Kamal seakan mengingatkan saya bahwa hari sudah siang. Saya mengambil beberapa kemudian mengajaknya meninggalkan bangunan bersejarah itu.