Sopir berteriak-teriak sembari memukul-mukul badan bus. Penumpang yang hanya segelintir itu sontak ramai-ramai turun. Ini di tengah hutan. Bukit Barisan Selatan masih dipayungi kabut muram sementara matahari baru akan terbit.
Seorang bapak setengah baya menggerutu sembari menepuk-nepuk topinya. Sopir marah-marah tidak jelas sementara si kernet hanya terdiam memperhatikan. Asnya patah. Bus ini baru saja mengalami patah poros ketika berusaha untuk mendaki tanjakan di Bukit Barisan Selatan. Sebuah kesialan yang berlipat karena lintasan Liwa-Bintuhan ini adalah zona rawan bajing loncat, perampok jalanan.
Butuh beberapa jam di wilayah penuh nestapa itu hingga datangnya bala bantuan dari bus lain sebelum kami bisa meneruskan perjalanan. Kembara dari Jakarta ke Bengkulu makan waktu lebih dari tiga puluh dua jam. Jumat pagi pukul sepuluh kami berlepas dari pelataran terminal Pulo Gadung. Hari ini, Sabtu pukul enam sore, kami tiba di Bengkulu.
Perjalanan panjang yang meratakan pantat itu menjadi catatan sendiri di dalam penjelajahan provinsi Bengkulu kali ini. Petualangan belum dimulai, masalah sudah menghadang.