Briefing Pendakian Semeru

“Kalian pernah lihat film 5cm?” tanya bapak dari organisasi sukarelawan mewakili taman nasional siang itu yang sontak dijawab pernah oleh beberapa orang, “Nah, itu contoh yang buruk. Salah satunya adalah kalian tidak boleh berenang di Ranu Kumbolo!”

Selama satu jam lamanya kami dikuliahi tentang Gunung Semeru, mulai dari lintasan pendakian, resiko yang sering dihadapi, hingga kisah-kisah tragis yang pernah terjadi di padang Mahameru sebelumnya. Beberapa minggu sebelum kami berangkat, seorang pendaki asal Swiss dikabarkan hilang di gunung ini dan belum diketemukan.

Perjalanan menuju Ranu Kumbolo diperkirakan akan ditempuh dalam waktu empat jam. Dari dari durasi tersebut kami akan melewati empat shelter pendakian. Medannya pun bervariasi, ada yang landai dan ada yang terjal.

“Wirawan Winarto,” seorang petugas membacakan nama saya keras-keras, “Tolong dipastikan setiap anggota tim punya sleeping bag setidaknya satu untuk tiap orang. Kemudian kumpulkan fotokopi KTP dan surat kesehatan dari dokter ke sini.”

Entah bagaimana ceritanya saya menjadi ketua tim perjalanan ini. Biasanya sebagai pejalan solo saya tidak pernah memikirkan apapun selain diri sendiri, namun kini berbeda. Saya bertanggung jawab untuk seluruh anggota tim.

“Di dekat Kalimati ada danau, mata air yang bernama Sumber Mani,” lanjut si petugas, “Jangan ke sana sendirian malam hari karena itu tempat minum macan tutul. Macan tutul itu beraninya kalau satu lawan satu. Yang kedua adalah jangan berenang ataupun buang air di danau manapun di Semeru nantinya.”

Seluruh proses administrasi selesai. Beberapa di antara kami sholat sebelum berangkat menuju Gunung Semeru, sementara saya memilih menyantap mie bakso di pinggir jalan raya. Sementara itu awan hitam nampak berarak-arak di atas Ranu Pani.