Poso kondang karena dua hal, danau dan konflik. Saya bisa menulis banyak ihwal keduanya, namun kali ini saya hanya berniat memfokuskan diri pada bagian pertama dari tanah ini. Danau Poso.
Selain kaya akan biodiversitas, Danau Poso juga ditengarai sebagai danau terdalam ketiga di nusantara setelah Danau Matano dan Danau Toba. Dengan bentangan 32 kilometer, Danau Poso diapit oleh dua kota, Tentena di utara dan Pendolo di selatan. Dari danau ini, air mengalir ke Sungai Poso hingga terus mencapai Teluk Tomini.
Mengunjungi Danau Poso pada medio awal tahun 2010 memang boleh dibilang kurang lazim. Pariwisata di satu provinsi ini nyaris padam dihantam oleh konflik horizontal berkepanjangan yang disambung oleh aksi sporadis kelompok Santoso. Namun seiring dengan meredanya situasi, kabut tebal yang menyelimuti Danau Poso perlahan-lahan mulai tersaput.
Hari sebenarnya sudah agak siang, namun entah mengapa hawa dingin masih begitu terasa. Saya berjalan seorang diri mengitari danau luas yang sekelilingnya apik tertutup perbukitan hijau. Matahari nampaknya enggan untuk terbit pada hari ini, langit masih disesaki oleh awan-awan tebal bergulung-gulung berarak ringan ke sana kemari. Selain saya, pengembara aneh ini, hanya terlihat satu keluarga dengan dua anak kecilnya yang yang asyik bermain pasir.
Danau Poso tidak hanya menawarkan hamparan air yang mengaliri Sungai Poso hingga tembus ke Teluk Tomini. Namun di paparannya tersimpan flora-flora eksotis yang tidak akan ditemukan di tempat lain, sebut saja anoa, babirusa, dan anggrek bancea
Di kedalaman airnya yang biru pekat tersimpan habitat sejumlah ikan, sebut saja belut Aguilla marmorata atau yang biasa disebut orang sebagai ‘sugili’ alias belut raksasa. Belum lagi ikan-ikan edemik danau ini seperti Adrianichthys dan Nomorhampus celebensis yang keduanya saat ini berstatus terancam punah.
Teduhnya Danau Poso dan menyingkirnya para turis dari tanah permai ini sedikit banyak membuat saya bersyukur. Barangkali itulah yang terbaik teruntuk para flora dan fauna penghuni hutan ini, agar mereka kembali memperoleh momentumnya untuk berkembang biak, lari dari bayang-bayang kepunahan yang senantiasa menghantui.