Dendang riang Pance Pondaag berkumandang menembus jendela-jendela minibus yang terbuka lebar, agak aneh rasanya karena si sopir kelihatan baru saja tamat SMP. Demikianlah mobil putih yang disopiri bocah ingusan ini meluncur kencang melintasi kelok-kelok jalanan aspal mulus yang menghubungkan tatar Padangpanjang dengan Batusangkar, kota di balik bukit.
Jangan terhasut, inkongruen dengan namanya, tidak ada yang datar dari Tanah Datar. Tanah Datar justru wilayah berbukit-bukit dengan hamparan sawah menghijau cantik di setiap sudutnya yang membuat saya tiada bosan-bosan menikmati perjalanan ini.
Sebuah masjid tua beratap gadang khas Minang terlihat di tepi jalan. Ingin hati ini berhenti sejenak dan mengamati namun apa daya kali ini saya hanyalah penumpang jelata di kendaraan umum kaleng rombeng yang meluncur oleng di ketinggian Tanah Datar. Segala urusan tujuan sudah dipastikan ada di tangan sopir dan ketika penumpang minta berhenti itu artinya perjalanan sang penumpang diakhiri di tempat itu pula.
Alam Tanah Datar begitu elok. Awan mengambang rendah di sebalik perbukitan yang berselimutkan sawah hijau. Gunung-gunung tinggi tampak melatari pemandangan menyembunyikan bulat matahari di punggungnya. Jalanan yang sepi dan hembusan udara dingin berbaur menjadi satu memberi kesan teduh di sepanjang perjalanan.
“Kalian berhenti di sini,” cetus Pak Sopir yang membanting setir hingga mobil terjengkang di bahu kiri jalan, tepat di depan sebuah pos kecil yang mirip seperti markas Siskamling. Di sana terlihat dua orang pemuda tanggung sedang duduk-duduk.
Tukang ojek. Kedua pemuda itu kemudian menawarkan jasanya untuk mengantar kami berdua ke Istana Pagaruyung. Dua puluh ribu rupiah saja dan kedua sepeda motor pun melaju kencang menembus jalanan sempit pedesaan yang berselimut kabut. Di sepanjang kanan kiri jalan saya hanya melihat hamparan sawah tanpa aktivitas masyarakat.
Kabut tipis semakin tebal semenjak kami menanjak meninggalkan pertigaan tadi. Kacamata yang saya kenakan dengan sendirinya sembab lantaran embun yang membasuhnya. Dan sepeda motor pun terus melaju membelah kesunyian pagi.