Saya sudah menyadari pasti bahwa kabut terus menghalangi perjalanan kami. Namun saya tidak menyangka bahwa semakin dekat ke Batusangkar maka kabut semakin pekat. Akibatnya alih-alih memacu sepeda motor, bocah pengojek memperlambat laju motornya. Baguslah. Supaya tidak salah-salah berbenturan dengan truk sayur di depan sana.
Puncaknya adalah ketika kami berada di sebuah jalanan kampung, sekitar tiga kilometer saja sebelum tiba di Istana Pagaruyung, kabut pekat mengambang rendah hingga setinggi dengkul. Akibatnya jarak pandangan kami terpangkas hingga dua meter saja. Selebihnya adalah nuansa kelabu mirip di film Silent Hill.
“Habis dari kampung ini nggak kok, Bang!” celoteh si bocah pengojek yang nampaknya sudah biasa lewat sini, “Kalau seperti ini saya juga takut kita masuk jurang sih.”
Tidak salah. Kabut memang terangkat tidak lama kemudian. Sepeda motor kembali melaju agak kencang membelah alam teduh Tanah Datar. Kami akan tiba di kompleks Istana Pagaruyung sesaat lagi dalam keadaan basah kuyup. Selebihnya biarlah kami anggap ini sebagai tawaran mandi pagi yang tidak bisa ditolak.