Selalu ada keuntungan menjadi yang pertama. Terlebih apabila kita datang lebih cepat daripada petugas yang berkewajiban membuka kompleks istana ini. Dengan kata lain kami tiba di tempat ini pada Minggu pagi, terlampau pagi, tatkala belum ada seorang pun di dalamnya. Sejatinya hal tersebut tidak menjadi halangan lantaran Wahyu dan saya bisa saja menyelonong masuk.
Istano Basa, demikianlah mereka menyebut istana Minang yang lebih dikenal dengan nama Istana Pagaruyung ini. Kurang lebih satu dekade silam, petir menyambar atap istana ini dan membakar nyaris seluruh isinya, hingga diperkirakan hanya seperlima pusaka kerajaan yang dapat diselamatkan dari amukan api. Kini pusaka-pusaka yang tersisa itu disimpan di Istana Silinduang Bulan, sekitar dua kilometer dari tempat ini. Tidak jauh dari tempat semula, istana tersebut dibangun kembali.
Budaya Minang ditengarai berawal dari poros Agam, Lima Puluh Kota, dan Tanah Datar. Ketiga daerah tertua di Minangkabau ini acapkali disebut dengan istilah ‘luhak nan tigo’ yang mana menjadi cikal bakal lahirnya kerajaan terbesar dalam sejarah Minang, Pagaruyung. Pada medio awal abad ke-19, keluarga-keluarga kerajaan yang mayoritas merupakan kaum adat terlibat dalam sengketa besar dengan kaum paderi yang belakangan ditunggangi oleh kolonialis Belanda.
Pagaruyung memang pungkas, namun istana besar yang pernah menjadi bukti eksistensi kerajaan ini masih dapat kita lihat. Istana ini pun sejatinya hanya merupakan replika lantaran sebelumnya bangunan ini pernah terbakar habis berkali-kali dan harus dibangun ulang. Adapun peristiwa kebakaran terakhir terjadi pada tahun 2007 silam.
Bangunan utama Istano Basa Pagaruyung ini berbentuk rumah panggung dengan atap khas Minangkabau. Pada bagian dalamnya bertingkat tiga dan ditopang oleh 72 tonggak besar yang menjadi penyangga utama. Total terdapat sebelas pucuk atap runcing yang menaungi istana ini, yang menurut seloroh seorang teman saya dari Australia menjadikan tempat ini lokasi terburuk untuk skydiving.
Setiap tingkat dalam bangunan ini mempunyai fungsi yang berbeda. Lantai terbawah merupakan pusat pemerintahan yang mana terdapat sebuah singgasana raja dan beberapa buah kamar untuk para putri raja yang telah menikah. Lantai kedua menampung kamar-kamar para putri raja yang belum menika. Sementara lantai teratas menjadi hunian bagi raja dan permaisuri yang kabarnya kerap melewatkan senja di ambang jendela sembari menyaksikan pemandangan sekitar.
Saya berjalan kaki menyusuri setiap sudut ruangan Istano Basa Pagaruyung. Kini lantai terbawah digunakan sebagai ruang pameran dan etalase barang-barang pusaka kerajaan. Meskipun demikian nuansa keagungan istana ini masih begitu terasa.