Di jalanan sepi itu simpang siur terlihat orang-orang memangku anjing sembari berkendara sepeda motor. Barangkali pemandangan seperti ini agak aneh bagi saya, namun di sini, setidaknya di Tanah Datar, itu adalah hal biasa. Anjing dipangku dan diajak berkendara sepeda motor adalah pemandangan yang lumrah.
“Kalian tunggu saja di situ,” ucap seorang ibu bertubuh tambun sambil tersenyum lebar, “Nanti akan ada bus kecil yang pakai tulisan Emkazet, kalian bisa ikut itu sampai ke Sawahlunto.”
Sawahlunto adalah kota tujuan kami berikutnya. Saat ini kami sedang terjebak di pertigaan Batusangkar, menunggu dan menunggu. Entah sudah berapa lama kami berada di sini, yang jelas dalam penantian ini kami sempat melihat beberapa orang bermotor memangku anjing, seorang anak SMP menabrak kucing di jalan, dan anak-anak sekolah yang ribut karena rebutan kursi di mobil antar jemput.
Akhirnya setelah menanti sedemikian lama di pertigaan penuh drama ini sebuah bus kecil lapuk terlihat meluncur oleng-oleng dari kejauhan dengan kernetnya yang bergelantungan dan berteriak-teriak entah apa. Yang jelas pada kaca depan bus tersebut tertulis besar-besar “Emkazet” yang artinya inilah bus yang akan membawa kami menuju ke Sawahlunto.