Bung Karno dan Bung Hatta pernah memimpin pemerintahan republik dari Bangka, dari sebuah kota kecil yang sudah tidak terkenal bernama Muntok.
Tidak ada seorang pun di rumah ini sewaktu saya berkunjung ke Wisma Ranggam yang menjadi bekas rumah tinggal sang proklamator. Bangunan renta yang masih terawat ini hanya memajang sejumlah foto aktivitas sang proklamator pada era tersebut. Saya sempat berkeliling rumah dan menemukan sebuah kamar yang ditandai papan atas nama Soekarno. Namun jejak sang proklamator demikian kabur, tipis nyaris tidak berbekas, sama seperti ketiadaan Muntok di buku-buku sejarah.
Di luar Wisma Ranggam terhampar sebuah halaman beralas paving block. Di tengah-tengahnya terdapat sebuah tugu kecil dengan bendera merah putih berkibar mencolok di hadapan cerahnya cuaca siang itu. Ditilik dari keberadaan sang bendera, dapat dipastikan bahwa tempat ini ada penjaganya.
Namun siang itu saya benar-benar seorang diri di bangunan bergaya Eropa ini. Pada mulanya Wisma Ranggam dibangun sebagai penginapan para tamu perusahaan Banka Tijn Winning yang bergerak di industri pertambangan timah. Setelah Indonesia merdeka, perusahaan ini mengalami proses nasionalisasi dari berubah menjadi PT. Timah.
Wisma Ranggam sendiri dibangun pada momen hampir bersamaan dengan medio Perang Jawa. Pada waktu itu, sebagian besar struktur bangunan terbuat dari kayu, yang kemudian sedikit demi sedikit mengalami restorasi menjadi beton hingga penghujung tahun 1890. Meskipun demikian secara umum arsitektur bangunan ini tidak mengalami perubahan.
Kamar Bung Karno ada di salah satu sudutnya, namun isinya sudah hampir seluruhnya dibawa pergi. Hanya tersisa sebuah koper besi yang merupakan milik seorang saudagar Tionghoa yang bersahabat dengan beliau di tempat ini. Selebihnya hanyalah ruangan singup dengan dinding yang catnya sudah setengah terkelupas.
Muntok memegang peranan penting bagi roda perjalanan republik ini pasca kemerdekaan. Di wisma inilah para bapak bangsa menginisiasi Perjanjian Roem-Royen yang kemudian menjadi pintu gerbang bagi pengakuan Belanda terhadap kedaulatan republik juvenil di kala itu. Dari rumah tua inilah usaha mempertahankan kemerdekaan Indonesia diinisiasi.