Kampung Nelayan di Mantikas

Sepeda motor tua itu melintas diiringi rentetan suara derak-derak mirip mesin pintal rusak yang beresonansi sampai ke ubun-ubun. Setiap langkah saya menghasilkan derit di hampar lantai kayu yang memanjang sekurangnya satu kilometer dari dermaga Mantikas.

Dengan tingkat keberisikan seperti ini di setiap perlintasan sepeda motor, saya tidak habis pikir bagaimana penduduk perkampungan ini sanggup tidur siang. Inilah kampung nelayan Mantikas yang menjadi pintu masuk saya ke Pulau Sebatik. Ketika bapak pendayung kapal menanyai saya mau turun di mana di Pulau Sebatik, terus terang saya tidak mampu menjawab dan memutuskan turun di sini karena perkampungan ini terlihat paling layak.

Mantikas adalah salah satu dari banyak perkampungan nelayan yang tersebar di Sebatik. Acapkali kita membaca berita di media massa yang mengisahkan nelayan-nelayan dari pulau ini berselisih dengan nelayan-nelayan dari negara tetangga, ditangkap polisi menerobos perairan negara lain, dan karam di perairan Sulu. Yang jelas, kehidupan nelayan di Sebatik yang penuh cerita di media massa terasa kontras dengan apa yang saya rasakan di sini, sunyi senyap dan damai.

Segerombolan anak kecil berlari-lari di sepanjang dermaga kayu sementara empat orang laki-laki terlihat duduk-duduk di depan toko kelontong. Mereka menawarkan kendaraan untuk menuju ke Sei Nyamuk, kota utama yang lokasinya berada di ujung lain Pulau Sebatik. Satu jam perjalanan dengan mobil dari Mantikas.

“Dari Mantikas paling mudah untuk cari taksi ke Sei Nyamuk,” demikian petuah bapak tadi yang saya telan mentah-mentah. Adapun taksi yang dimaksud bukanlah sedan dengan argo layaknya taksi-taksi di kota besar melainkan angkot yang berangkat apabila penumpang penuh.

Apabila penumpang penuh merupakan syarat dan ketentuan yang perlu dicetak tebal. Lantaran jadwal kapal yang belum pasti dan banyaknya dermaga persinggahan, memastikan kapan mobil tersebut penuh penumpang mendekati sebuah kemustahilan ilahi. Alih-alih beranjak menuju Sei Nyamuk, saya justru terperangkap di kampung nelayan ini tanpa ada kepastian.

Akhirnya saya memutuskan mengambil keputusan praktis. Saya beli semua kursinya.

Dan mobil pun berlepas ke Sei Nyamuk.