Di dada kanan seragam terpasang bendera merah putih. Penampilan mereka dari Pulau Sebatik memang sedikit berbeda dari penampilan anak-anak sekolah dasar di wilayah-wilayah lainnya. Ini adalah pulau terluar Indonesia, yang mana nasionalisme menjadi satu perkara sensitif yang harus digaungkan secara eksplisit.
Sudah tidak ada lagi jalan raya beralaskan lempung becek berlubang-lubang yang mengharuskan mobil berkubang bagaikan tikus tanah. Kini jalan raya yang menyisir Pulau Sebatik sepenuhnya sudah beraspal mulus, tanda bahwa akhirnya ada sebuah usaha pembangunan besar-besaran di tanah ini. Sebuah gerakan pembangunan yang didorong bukan semata-mata oleh keniscayaan, melainkan lebih kepada oleh faktor harga diri bangsa.
Inilah Pulau Sebatik, pintu gerbang terdepan Republik Indonesia, teras rumah kita semua.
“Di sini, kalau bulan Agustus, semua harus pasang bendera,” seloroh Yusuf sembari menggeber kencang mobil Avanza yang jendelanya dibuka lebar-lebar, “Jika tidak, itu rumah penduduk pasti bakalan didatangi oleh marinir.”
Nasionalisme di perbatasan adalah isu sensitif. Tatkala republik ini masih dilanda kesulitan untuk mendanai pembangunan fisik daerah-daerah perbatasan, maka cara menjaga ikatan masyarakat perbatasan dengan bangsa adalah lewat mendengung-dengungkan jargon nasionalisme secara eksplisit di setiap aspek kehidupan mereka.
Namun itu adalah kisah lama. Kini pembangunan Pulau Sebatik sedang digenjot dengan kencang, tepat sebelum retorika-retorika nasionalisme tadi bersaturasi. Sinyal empat bar Telkomsel HSDPA menemani perjalanan saya di sepanjang jalan Trans Sebatik, dua unit SPBU Pertamina belum lama berdiri di perbatasan, sedangkan kantor-kantor cabang bank nasional seperti Bank Mandiri dan Bank BNI dibuka di Sei Nyamuk, dan pembangunan infrastruktur pun terlihat di mana-mana.
Singkat cerita, Pulau Sebatik memang mulai mendapatkan perhatian dari pemerintah.
“Pulau Sebatik sudah tidak tertinggal,” ucap saya kepada Yusuf menyimpulkan, “Sebab di pulau ini segala fasilitas yang dibutuhkan publik sebenarnya sudah mulai ada. Bahkan sebut saja akses pendidikan dari SD hingga jenjang SMA pun sudah tersedia. Belum lagi ambulans dan Puskesmas keliling. Setahu saya tidak semua kecamatan di Indonesia punya Puskesmas keliling.”
Pulau Sebatik sebentar lagi akan menjadi kota otonom. Setidaknya demikianlah janji pemerintah pusat, yang artinya Sebatik akan naik level dari kecamatan menjadi sebuah kota di dalam waktu dekat. Terkait realisasinya, entahlah. Namun saya percaya Sebatik punya masa depan cerah.