Pantai Jungkat di Mempawah

Jika di pantai-pantai lain antara daratan dan lautan dipisahkan oleh sehamparan pasir atau karang, maka di Pantai Jungkat keduanya dipisahkan oleh tembok. Keisengan dari Connie yang menyebabkan kami berdua berakhir di tempat ini tepat pada siang bolong yang panas membara, tanpa terlihat seorang lain pun ada di sana.

Pantai Jungkat punya bibir sungai kecil yang airnya tenang, yang mana kawasan tersebut acap digunakan sebagai sarana hiburan apabila dilihat dari banyaknya perahu-perahu bebek yang diparkir di tepinya. Namun pada siang itu seluruh bebek engkol, demikian mereka menyebutnya, yang ada di sana terkunci rapat di garasi masing-masing tanpa ada tanda-tanda akan segera dikeluarkan.

“Rerata orang ke pantai ini untuk mengamati matahari terbenam,” ucap Connie yang membuat saya tersadar bahwa Pantai Jungkat menghadap ke arah barat, lepas ke Selat Karimata tanpa terhalang sesuatu apapun. Sebuah tempat yang boleh jadi memang sempurna untuk menyaksikan terbenamnya matahari.

Ongkos masuk ke pantai ini hanya lima ribu rupiah, yang kebetulan siang itu tidak dipungut. Kemudian untuk menyewa bebek engkol hanya perlu lima belas ribu rupiah per lima belas menit. Dengan berkendara selama satu jam dari Kota Pontianak sebenarnya Pantai Jungkat sudah merupakan destinasi murah meriah nan ideal yang tidak perlu rogohan kantong dalam-dalam untuk dinikmati.

Yang menarik, pantai ini pada awalnya adalah lahan tidur alias tanah non-produktif yang kemudian dipaksakan disulap menjadi destinasi wisata. Dengan segala keterbatasan alamnya, ternyata Pantai Jungkat mampu lahir sebagai destinasi wisata baru yang mengandalkan posisinya yang menghadap ke arah barat sebagai tempat penatapan matahari tenggelam.

“Ayo kita lanjut lagi,” ajak saya kepada Connie yang nampaknya masih asyik berfoto-foto, “Sebelum keburu siang kita harus sudah mencapai Mempawah karena ada banyak yang harus kita kunjungi di sana.”