Fatumnasi, Puncaknya Timor

Tanoebok Tem Toi Fatumnasi. Selamat datang di Fatumnasi. Tulisan kabur yang tertatah di salah satu bongkah batu di tepi jalan membuat saya sedikit bernapas lega lantaran kami akhirnya bisa mencapai Fatumnasi sebelum hujan mengguyur. Namun ternyata sisa perjalanan juga tidak selancar yang saya bayangkan.

Dari sini jalanan mulai bercabang-cabang tidak jelas, hingga pada setiap belokan kami harus menunggu ada orang lewat untuk ditanyai. Beruntung semakin dekat dengan desa semakin banyak pula orang yang lalu lalang sehingga memudahkan kami bertanya.

“Penginapan di sini cuma satu, di atas sana tempat Pak Anin,” terang seorang pemuda berambut mohawk yang berpapasan dengan kami di jalanan berbatu ini. Pak Nikolaus pun nampak sangat bersemangat, kembali menggeber sepeda motornya menuju ke rumah Pak Anin.

Inilah Fatumnasi, desa yang digadang-gadang sebagai puncak dari Pulau Timor. Desa ini terletak persis di lereng Gunung Mutis, hanya beberapa kilometer sebelum puncaknya. Gunung Mutis merupakan puncak tertinggi di Pulau Timor, dua ribu lima ratus meter dari permukaan laut. Selain terkenal karena pesonanya, gunung ini juga dikeramatkan oleh beberapa klan.

Di hadapan saya terhampar perbukitan hijau yang mengurung Fatumnasi dari segala sisi, sementara di sejumlah sudutnya terdapat lembah hijau permai dengan beberapa ekor sapi merumput di atasnya. Rumah-rumah penduduk mulai terlihat walau lokasinya masih terpencar satu sama lain, agak jarang-jarang.

Di kanan kiri jalan masih terlihat banyak lopo, rumah adat Timor Tengah yang kini dibangun berdampingan dengan rumah-rumah kampung berdinding kayu. Sementara itu terlihat beberapa penduduk kampung sibuk berladang dengan bersarungkan kain Timor.

Fatumnasi begitu permai. Tidak salah saya singgah ke tempat ini walaupun tanpa rencana inisial. Tantangan berikutnya adalah menelusuri seluk beluk desa ini dan suku yang hidup di sana. Sesekali saya melirik ponsel yang ternyata sesekali masih memunculkan sinyal satu bar dan kemudian hilang.

Pak Nikolaus mendadak berhenti di depan salah satu rumah.

Di sinilah Pak Mateos Anin tinggal. Beliau adalah generasi kesebelas dari klan Anin Fuka, suku asli Fatumnasi, sekaligus merangkap sebagai juru kunci Gunung Mutis. Barangkali dari beliau saya mampu mendapatkan informasi lebih lanjut ihwal tanah ini. Saya mengucapkan salam dan seorang kakek tua menjawabnya dari balik pintu lopo.