Diangkut Polisi ke Mutis

“Masuk ke sini, Mas!” ajak Pak Kapolres sembari membukakan pintu Toyota Hilux lebar-lebar.

“Tidak usah, Pak! Saya masih muda, biar saya duduk di bak belakang saja,” demikianlah Pak Kapolres terkekeh menanggapi penolakan saya yang langsung melompat ke bak salah satu mobil Suzuki Dmax putih milik Polres Timor Tengah Selatan.

Semua ini di luar rencana. Saya tidak pernah menyangka bahwa pada hari kedua di Fatumnasi, Pak Mateos Anin berniat untuk melakukan ritual di Gunung Mutis. Bersamaan dengan ini Pak Kapolres Timor Tengah Selatan mengawal beliau dengan beberapa mobil sekaligus membawa serta beberapa orang dari Bali yang berniat untuk mengambil mata air Gunung Mutis terkait keperluan ritual religi.

Pada mulanya sudah barang tentu saya bukan bagian dari rombongan ini. Namun Pak Mateos Anin meminta saya dan adik beliau untuk menemani perjalanan ini. Jadilah saya menumpang di bak belakang kendaraan Unit Laka Lantas Polres Timor Tengah Selatan ini tanpa persiapan apapun.

Saya tidak pernah menolak ajakan untuk berpetualang. Itu saja. Kesempatan untuk mengunjungi atap Fatumnasi rasanya terlalu keren untuk dilewatkan. Di tengah segala kebetulan ini rasanya diberi tempat duduk di bak belakang mobil pun seharusnya saya sudah bersyukur.

Perjalanan ke Gunung Mutis sejatinya kurang dari sepuluh kilometer dari Fatumnasi. Meskipun demikian hanya setengah perjalanan pertama yang konon berupa jalan berbatu. Sisanya hanya Tuhan yang tahu, alias silakan buka jalan sendiri. Terkadang hamparan tanah, rawa-rawa, padang rumput, padang ilalang, atau bahkan padang lumpur. Namun bukankah itu esensi dari sebuah perjalanan, menelusuri ketidaktahuan?

Iring-iringan empat mobil digeber dari Desa Fatumnasi pada pukul sembilan pagi. Memasukin Cagar Alam Mutis tidak terlihat seorang petugas pun berada di pos penjagaan. Mobil meluncur sesekali terguncang-guncang di atas bongkah-bongkah batu gunung yang ditata sedemikian rupa membentuk jalanan membelah hutan pinus.

Saya duduk di bak belakang, menghapus beberapa gambar dari kamera untuk meluangkan kapasitas. Semakin ke atas perjalanan membelah lereng Gunung Mutis ini semakin terasa keras dan teduh. Sementara di atas sana mendung menggelayut rendah.