Kuda-kuda liar yang asyik merumput itu tersentak dan berlari ketika mendengar deru mesin mobil kami yang dipacu melintasi jalanan berbatu di Cagar Alam Gunung Mutis. Pemandangan padang rumput dan hutan pinus silih berganti mewarnai perjalanan yang baru berlangsung selama setengah jam sejak kami meninggalkan Desa Fatumnasi ini.
Cagar Alam Gunung Mutis adalah sebuah keelokan tersendiri di papar lereng Gunung Mutis, sebuah wilayah konservasi yang menampung ekosistem khas tinggian Nusa Tenggara Timur dengan kuda-kuda liar dan sapi-sapi yang merumput di hamparannya.
Gunung Mutis sendiri pernah tenar lantaran gunung-gunung batu marmernya, yang oleh masyarakat Fatumnasi kerap disebut Faut Kanaf atau Batu Nama. Dengan luasan nyaris dua belas ribu hektar, Cagar Alam Gunung Mutis menampung kekayaan vegetasi yang luar biasa, termasuk di antaranya tetumbuhan eukaliptus dan cendana. Beberapa bagian cagar alam ini juga kaya dengan madu hutan yang kerap dipanen oleh penduduk sekitar.
Bicara soal fauna, Gunung Mutis tidak kalah meriah. Selain kuda dan sapi, di kawasan ini kita lazim menemui hewan-hewan liar seperti rusa, biawak, dan kuskus. Apabila beruntung, atau kurang beruntung, kita dapat bertemu dengan ular sanca khas Timor yang panjangnya bisa mencapai tiga meter dan mempunyai pendeteksi panas yang memudahkan reptilia ini mendeteksi calon mangsa dalam kegelapan.
“Pak Anin pernah memelihara seekor kuskus yang dia dapatkan dari sini,” celetuk adik Pak Mateos Anin membicarakan ihwal kakaknya. Terlepas dari apakah kuskus merupakan spesies binatang dilindungi atau tidak, hal ini lumayan menggelikan.
Berlainan dengan lazimnya Pulau Timor yang kering dan gersang, kawasan Gunung Mutis merupakan daerah terbasah Pulau Timor lantaran hujan turun hampir setiap bulan terutama bulan November hingga Juli. Angin gunung yang kencang juga menjadi menu sehari-hari penduduk Fatumnasi. Posisinya yang terletak pada ketinggian juga membuat suhu udara di kawasan ini cenderung rendah, bahkan dapat menyentuh tujuh atau delapan derajat Celsius.
“Setelah ini jalanan akan habis,” terang adik Pak Mateos Anin, “Selanjutnya kita akan bersusah payah melintasi jalanan tanah. Semoga saja hari ini tidak hujan sebab hujan kemarin saja sudah cukup berpotensi memberi kita masalah hari ini.”
Saya pun berpegangan erat ke tiang-tiang besi yang melintang di bak mobil ini.