Padang Rumput Fatumnasi

Sesaat kami sempat melipir jurang terjal yang dasarnya tidak terlihat lantaran tertutup kabut. Tetapi melihat pucuk-pucuk pohon tinggi menjulang setinggi hidung saja, saya meyakini bahwa di sisi kanan kami saat ini adalah jurang sedalam lebih dari tiga puluh meter. Mobil bergerak dengan kecepatan semenjana, sementara semua penumpang hanya terdiam.

Tidak berapa lama, pemandangan di hadapan kami berubah total. Pohon-pohon berdaun pekat dan tepian tebing terjal tersibak dan pandangan menyisakan sebuah padang rumput luas di depan mata bak lapangan golf tanpa batas. Kabut tebal yang tadi memayungi hutan Fatumnasi seakan hilang begitu saja tergantikan oleh langit kusam dan padang savanna.

Hari itu Kapolres Timor Tengah Selatan bersama jajarannya mengawal keberangkatan Pak Mateos Anin menuju ke pucuk Gunung Mutis, demi sebuah misi mencari mata air suci. Saya yang kebetulan menginap di rumah Pak Mateos Anin pun tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk ikut meluncur ke dalam Cagar Alam Mutis.

Tepat tengah hari ketika kami tiba di hamparan padang rumput ini. Tim yang berisikan dua lusin orang ini melakukan tugas pengawalan sekaligus wisata dadakan di Fatumnasi. Pak Mateos Anin duduk di bangku depan nampak tidak berkata sepatah kata pun, sementara saya bertengger di bak belakang mobil mencoba mengamati bukit-bukit berbalut rumput hijau yang seakan tiada habisnya.

“Di balik sana!” mendadak adik Pak Mateos Anin berteriak kepada saya dari bak mobil sebelah sembari menunjuk ke arah sebuah hutan yang ada di seberang padang rumput. Saya menduga di sanalah mata air itu berada.

Beberapa ekor kuda dan sapi liar nampak merumput di sebalik perbukitan. Dari sini jalanan menurun terjal dan tidak memungkinkan untuk dijamah dengan kendaraan bermotor sehingga mobil pun diberhentikan dan kami harus turun satu per satu untuk menunju ke bawah. Nampaknya kami harus segera bersiap untuk pendakian, atau tepatnya penurunan, berikutnya.

Desir udara dingin sesekali menyayat wajah, namun saya mencoba untuk tidak peduli. Saya mengikat rapat-rapat kedua sepatu dan kemudian berjalan mengikuti rombongan kepolisian ke dalam hutan.