Di Bogor, makan takkan pernah berakhir satu ronde. Setidaknya demikianlah spirit yang kami berempat bawa ketika mengunjungi Kota Hujan ini. Dengan semangat seperti itu maka jangan salahkan kami apabila kemudian empat anak hilang ini berkeliaran di sepanjang sentra-sentra kuliner Bogor untuk berburu makanan.
Soto dan sate kambing mengawali petualangan makan kami pada sore itu. Soto santan yang saya penuhi daging kambing dan babat ini menjadi menu pembuka. Meskipun sejujurnya saya merasa agak salah mengambil menu lantaran kandungan kolesterol bejibun makanan ini berarti mengharuskan saya untuk berolahraga ekstra demi membakar kalori.
Perhentian berikutnya adalah Tal’s Gelato yang terletak di Jalan Achmad Adnawijaya. Sebagai seseorang yang buta rasa, keberadaan aneka warna gelato di ambang lemari etalase terus terang tidak membantu memudahkan pengambilan keputusan. Akhirnya saya mencoba untuk memilih dengan sembarangan, berdasarkan warna.
“Yang oranye, biru, dan hijau,” celetuk saya yang langsung ditanggapi dengan tawa.
Yang oranye enak sedangkan yang biru rasanya seperti pasta gigi. Dan demikianlah malam itu kami habiskan untuk berdiskusi ngalor ngidul mulai dari bisnis retail hingga pemilihan Gubernur DKI Jakarta. Kebetulan debat pertama para kandidat akan dilakukan pada malam itu, jadilah kami merencanakan untuk nonton bersama.
Saya menginap di Zest Hotel. Ketiga teman saya yang merupakan warga asli Bogor numpang di kamar saya hanya untuk menonton acara debat yang sudah jelas-jelas bukan urusan mereka. Sebenarnya dapat dimaklumi apabila orang-orang Bogor ikut mempunyai jagoan di Pilkada Jakarta, sedikit banyak itu turut mempengaruhi nasib mereka.
“Debatnya bukan hari ini,” seru Ivan melalui pesan singkat di ponsel saya, “Kalian itu salah. Debat Pilgub Jakarta itu besok malam, kalau malam ini sepertinya tidak ada apa-apa.”
Artinya cuma satu, bubar jalan.