Sriwijaya adalah imperium talasokratis. Mereka maju dan menguasai daerah-daerah jajahannya sebatas daerah yang bersinggungan dengan perairan, baik sungai maupun lautan. Berbekal armada maritim danawa, Sriwijaya mendominasi setengah nusantara, menguasai hampir semua kerajaan yang terletak pada bibir pantai maupun sempadan sungai.
Singkatnya, kekayaan dan kekuatan Kerajaan Sriwijaya bersumber dari perairan.
Kota Palembang pernah menjadi sentra Kerajaan Sriwijaya selama berabad-abad dan kota ini menggantungkan nyaris seluruh hidup matinya kepada Sungai Musi. Meskipun saat ini peranan Sungai Musi sudah sebesar pada masa lampau, keberadaan sungai sepanjang 750 kilometer ini tetap menjadi urat nadi Kota Palembang.
“Sungai Musi itu masih menjadi pintu gerbang ekonomi,” celetuk Irfan, seorang sahabat asli Palembang, melalui pesan singkatnya ke ponsel saya siang itu, “Meskipun sekarang arus masuk tidak hanya dari Sungai Musi. Akses masuk dari bandara internasional dan jalan tol nantinya pasti lambat laun akan menjadi lebih integral.”
Tidak salah. Sungai Musi adalah urat nadi perekonomian Kota Palembang. Di seberang ilir, pasar yang ramai menyesaki lanskap, sementara di depannya terdapat lusinan kapal yang bersandar menunggu barang-barang untuk diangkut. Aktivitas di tepian ilir Sungai Musi terasa sedemikian hidup.
Pada sisi ulu sebenarnya aktivitas tidak kalah meriah, meskipun agak berbeda. Sejumlah perahu motor kecil terlihat mondar-mandir di hadapan Kampung Arab, sibuk mencari ikan. Ikan-ikan yang ditangkap dari Sungai Musi inilah yang rata-rata menjadi bahan dasar pembuatan pempek. Sedangkan sebagian sisanya terlihat toko-toko dengan muka menghadap ke sungai, mulai dari penjual bensin sampai ke penjual rokok.
Sungai Musi juga menjadi urat nadi bagi industri minyak bumi Sumatera Selatan. Arah timur Kota Palembang terdapat kawasan Sungai Gerong yang merupakan episentrum industri minyak bumi. Di sinilah sumur-sumur minyak secara konsisten memompakan minyak bumi yang menopang perekonomian masif Sumatera Selatan semenjak tahun 1912.
Palembang bukanlah Palembang tanpa Musi. Sungai Musi tidaklah hanya menjadi arteri untuk transportasi yang menjamin pasokan barang ke tanah ini, namun juga telah menopang budaya Palembang sebagai pemasok ikan bahan dasar kuliner kardinal, hingga sebagai penggerak ekonomi dengan tiada henti memompakan minyak dari sumur-sumurnya. Di Indonesia, saya bahkan tidak menemukan satu kota metropolitan pun yang mana peranan sungai utamanya begitu integral seperti ini.