Adoh ratu, cerak watu. Demikianlah ledekan yang kerap disematkan kepada kabupaten di ujung barat Daerah Istimewa Yogyakarta ini. Artinya sederhana : jauh dari raja, dekat dengan batu.
Memang. Namun itu justru membuat Kulon Progo sebagai tempat nan sempurna untuk menyepikan diri. Di sini hamparan sawah yang menguning masih mudah ditemui, jauh dari hiruk pikuk keramaian ala Yogyakarta. Pada sudut-sudut Kulon Progo pulalah petani-petani bersepeda menyusuri aspal sempitnya membawa hasil panen di keranjang belakang adalah pemandangan yang lumrah.
Saya duduk seorang diri di tepi hampar sawah, memarkirkan sepeda motor di bahu jalan. Di kejauhan nampak beberapa petani sibuk menumpuk padi-padi yang telah disiangi, sementara saya mencoba menikmati suasana di senja yang hangat itu, melupakan segala permasalahan yang menumpuk di dalam kepala.
Kulon Progo takkan lama menjadi tempat sunyi, saya rasa. Di kawasan ini akan segera dibangun bandar udara internasional yang akan menopang aktivitas seantero Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Cepat atau lambat aktivitas Kota Yogyakarta dan Kabupaten Kulon Progo akan menjadi jauh lebih padat tentu saja. Untuk saat ini, biarlah saya menikmati sisa-sisa keheningan ini.