Deru Bumi Serasan Sekundang

“Apa sih arti dari Serasan Sekundang?” tanya saya kepada Pak Sopir yang nampaknya lebih bingung lagi untuk menjawabnya. Seorang bapak yang duduk di kursi penumpang bergumam namun saya kurang dapat mengerti apa yang dikatakannya.

“Sepertinya lebih bermakna seiya sekata,” jawab seorang ibu yang duduk di jok paling belakang.

“Bukan,” sanggah bapak yang tadi, “Saya rasa lebih mirip dengan senasib sepenanggungan.”

Ada juga yang menyamakannya dengan gotong royong. Tetapi entah lantaran kurang dipahami atau dari sudut linguistik susah untuk diterjemahkan, istilah serasan sekundang ini susah dijelaskan bahkan oleh masyarakat Sumatera Selatan sendiri. Adapun Bumi Serasan Sekundang merupakan julukan untuk Kabupaten Muara Enim yang terletak tepat di barat daya selepas Kota Palembang.

Dengan jumlah penduduk lampau dari 567 ribu jiwa, Muara Enim sedang berderu kencang. Kabupaten seluas 7.000 kilometer persegi ini pernah diklaim menyimpan lebih dari setengah cadangan coal-bed methane (CPM) milik Indonesia. Seiring derat lesunya industri batu bara di dunia, sebenarnya saya tidak berharap banyak dari percepatan ekonomi Muara Enim.

Namun saya keliru. Muara Enim justru terlihat berderu kencang. Jalanan kotanya yang lebar-lebar disesaki oleh kendaraan bermotor yang lalu lalang tanpa terputus. Truk-truk perkebunan terlihat berseliweran seakan-akan mengisyaratkan bahwa Muara Enim bukan hanya hidup dari batu bara semata.

“Baru empat persen lahan di Muara Enim yang dimanfaatkan untuk persawahan dan perkebunan,” ucap Fandi yang berasal dari Muara Enim melalui pesan singkat siang itu, “Sisanya masih berupa lahan non-produktif dan hutan yang dilindungi.”

Saya tidak berkesempatan untuk mampir di Muara Enim. Tujuan dari perjalanan ini adalah Kabupaten Lahat yang terpisah dua jam perjalanan dari jantung ibukota Kabupaten Muara Enim. Padahal kabupaten ini sendiri mempunyai beberapa atraksi wisata yang cukup kondang di region Sumatera Selatan, salah satunya adalah Air Terjun Bedegung.

Mobil terus meluncur meninggalkan jalanan Muara Enim yang berdebu. Barangkali suatu saat nanti saya akan singgah kembali di kabupaten ini untuk sebuah kesempatan penjelajahan yang lebih karib.