Nisan-nisan legam itu tersusun sedemikian rupa. Berjajar rapi dalam ukuran yang tidak seragam, besar dan kecil, entah apakah menyimpan makna akan nilai kepentingan dari yang dikenang atau sekedar selera pembuatnya. Yang jelas baris-baris nisan yang terletak di sisi Kraton Kutai Kartanegara ini masih nampak sangat terawat meskipun beberapa pahatan namanya ada yang terlihat mulai memudar.
Perjalanan Geusan dan saya ke bekas kraton yang dahulu pernah menjadi salah satu kerajaan Hindu tertua di nusantara ini memang penuh cerita yang sebelumnya tidak kami ketahui. Adapun Museum Mulawarman sendiri memang menempati bangunan kraton yang berasal dari era Sultan Aji Muhammad Parikesit, yang mana di sisinya terdapat sebuah kompleks makam dengan 140 nisan anggota keluarga kerajaan.
Adalah kemunculan Kota Tangga Arung di Tepian Pandan pada tahun 1782 yang ditengarai menjadi awal bagi berdirinya kompleks pekuburan para bangsawan Kutai ini. Sengketa kekuasaan antara Aji Imbut dan Aji Kado menandai pergeseran kekuasaan. Aji Imbut kemudian berkuasa di tanah ini dengan gelar Sultan Aji Muhammad Muslihuddin yang sekaligus mengubah nama Tangga Arung menjadi Tenggarong.
Sultan Aji Muhammad Muslihuddin pulalah yang menjadi sosok pertama yang dikebumikan di tanah kober ini. Disusul dengan para bangsawan yang mengikutinya, mulai dari Sultan Aji Muhammad Salehuddin hingga Sultan Aji Muhammad Parikesit. Selain para sultan tersebut juga dimakamkan keluarga mereka beserta para ulama utama Kesultanan Kutai yang dianggap berjasa bagi bangsa.
Sebelum keberadaan makam ini, ada dugaan bahwa pekuburan ningrat Kesultanan Kutai tersebar begitu saja. Namun semenjak dibangunnya kompleks ini tiga abad silam, para bangsawan mulai menjadikan kompleks ini sebagai tempat pemakaman standar bagi anggota keluarga mereka.
Meskipun demikian, terdapat beberapa perkecualian. Salah satu yang paling tenar adalah Sultan Muhammad Alimuddin, yang meninggal pada tahun 1910, tidak dimakamkan di sini melainkan di Kampung Melayu Tenggarong. Dua nama lain yang menjadi anomali adalah Panglima Awang Lor yang dimakamkan di Kelurahan Sukarame dan Pangeran Notonegoro yang dimakamkan di belakang markas tentara.