Semakin lama lintasan semakin menyempit. Kami masuk ke perkampungan kecil dengan rumah-rumah berhalaman luas di kanan kiri jalan, sementara tebing semakin merapat hingga akhirnya jalan raya itu pun habis. Saya nyengir ke arah sopir yang dibalasnya dengan garuk-garuk kepala. Intinya, kami salah jalan karena mengikuti petunjuk GPS. Jadilah kami harus beralih menggunakan GPS yang lain, yaitu Gunakan Penduduk Sekitar.
“Ibu, di mana sih letak museum kayu?” tanya sopir sembari melongokkan kepalanya keluar dari jendela mobil yang langsung ditanggapi ibu tadi dengan tertawa terbahak-bahak.
“Sana, Pak!” teriak ibu itu lagi, “Di tower atas itu, belok lewat sana.”
Mobil menerobos jalanan berlumpur kemudian tiba di sebuah kompleks sunyi senyap yang terletak tidak jauh dari sebuah danau buatan. Inilah Museum Kayu Tuah Himba, sebuah etalase yang kami cari-cari sedari tadi.
Museum Kayu Tuah Himba adalah museum dengan spesialisasi yang boleh dibilang tidak lazim, kayu. Museum ini menyimpan ratusan koleksi kayu dari berbagai jenis pohon beserta dengan variasi kerajinan berbasis kayu dan rotan yang banyak digunakan oleh penduduk Kalimantan Timur, utamanya variasi Suku Dayak. Selain itu di dalamnya juga terdapat koleksi ilmiah mengenai berbagai macam kulit kayu dan dedaunan dari pohon penghasil kayu andalan Kalimantan.
Sayangnya museum ini sepi. Bahkan boleh dibilang nyaris tidak memikat pengunjung meskipun jauh di simpang jalan sana sudah diberi plang besar-besar bertuliskan “Museum Kayu”. Barangkali minat masyarakat untuk berkunjung ke museum memang masih jauh lebih rendah daripada minat berkunjung ke mall.
Di halaman depan museum terdapat tiga buah rumah kayu yang berdiri dengan coraknya masing-masing. Rumah Kutai, demikianlah pihak museum menamai rumah-rumah tersebut yang masing-masing mempunyai bentuk serupa namun ternyata dibangun menggunakan bahan baku kayu yang distingtif satu sama lain.
“Saya juga baru pertama kali bermain ke sini,” sahut si sopir yang usianya nampak lebih muda dari saya itu dengan cengengesan, “Lumayan juga ini jadi saya bisa belajar rute baru untuk ke sini. Siapa tahu nanti ada tamu yang minta diantarkan ke sini lagi, saya sudah tahu.”