Andaikan ia adalah sebuah dinding, maka Douglas MacArthur pasti penuh dekorasi. Jenderal bintang lima Amerika Serikat ini merupakan salah satu tokoh paling berpengaruh di dalam Teater Perang Pasifik pada Perang Dunia II. Sosoknya yang liar dan tidak taat aturan sudah tercermin dari potret dirinya yang acap digambarkan sebagai sesosok pria tak acuh mengapit cerutu di bibirnya.
Di tanah inilah Jenderal MacArthur mendaratkan pasukannya pada tahun 1944 demi sebuah misi final, menghentikan perluasan invasi Jepang ke timur sekaligus menjadikan Papua sebagai landas pacu tentara sekutu merebut kembali Asia Tenggara sekaligus melindungi Australia.
Pertempuran antara Amerika Serikat dan Jepang di Papua menewaskan tujuh ribu nyawa dari kedua kubu. Adapun berakhirnya Perang Dunia II membawa Jenderal MacArthur ke sebuah tanggung jawab yang lebih besar lagi, membereskan sisa-sisa perang dan mengubah Jepang menjadi negara yang pro-Amerika. Singkatnya, Sang Jenderal diberi kekuasaan di atas Kaisar Hirohito untuk memuluskan masa-masa peralihan, termasuk menyeret lima ribu tentara Jepang ke tribunal perang.
Karier Douglas MacArthur berikutnya tidak mulus. Beliau dipecat dari posisinya sebagai panglima perang oleh Presiden Truman lantaran dianggap tidak mau mengikuti perintah presiden ketika menangani Perang Korea. Selebihnya, nama MacArthur menghiasi sejarah Perang Dunia II sebagai salah satu sosok yang paling berpengaruh.
Di atas Gunung Ifar inilah, konon Sang Jenderal dulunya gemar duduk di atas bangku batu yang menghadap ke Danau Sentani. Dari atas sini pulalah, beliau mengatur strategi yang membawa kemenangan Amerika di Teater Perang Pasifik.