“Satu-satunya Sate Padang yang pernah saya santap itu di Pasar Santa,” jawab saya enteng ketika Alandri bertanya apakah saya doyan Sate Padang. Tentu saja saya suka, saya acap singgah di Pasar Santa untuk menikmati Sate Padang cap Ajo Ramon sembari nongkrong bersama teman-teman. Walaupun mungkin boleh dibilang nuansa Jakartanya lebih kental daripada nuansa Padangnya.
“Ah, itu yang ada di Jakarta ya? Ya boleh ini kita coba lagi Danguang-Danguang,” sambut Alandri dengan bersemangat, “Malam ini kita makan itu saja. Merasakan Sate Padang yang asli.”
Danguang-Danguang yang dimaksud Alandri bukanlah rumah makan besar, melainkan gerobak sate kecil dengan bapak penjual yang berpenampilan mirip Mario Bros. Karena justru di gerobak-gerobak kecil inilah orisinalitas Padangnya lebih terasa daripada menyantap dari rumah makan besar, kilahnya.
Malam itu kami menikmati dua porsi Sate Padang. Rasa pedas dan gurih berbaur merata di atas daging bakaran yang semerbak. Memang enak. Namun saya senantiasa mengingatkan diri sendiri untuk tidak makan terlampau banyak, lantaran malam ini kami masih punya jadwal untuk santapan ronde kedua.