“Neka rabo!” demikian salam penuh sapa yang sering saya dengar dari penduduk kota Ruteng. Secara harafiah, neka rabo artinya adalah jangan marah. Bukan berarti mereka mengira kita marah. Meskipun kita tersenyum pun mereka akan menyapa kita lewat salam tersebut. Jadi kalau boleh saya simpulkan sepihak, neka rabo ini semacam filosofi yang mendarah daging di kehidupan masyarakat Ruteng.
Dalam kesehariannya, masyarakat Manggarai terkenal dengan keramahtamahan yang luar biasa. Tidak terkecuali ketika mereka menyambut kedatangan saya di desa Compang. Segalanya seakan-akan kembali kepada filosofi neka rabo.
Ungkapan tersebut saya dapatkan ketika siang kemarin saya berkunjung ke kediaman sebuah keluarga kecil yang berada di desa Compang, sebelah kota Ruteng. Di desa tersebut rata-rata rumahnya masih tradisional, khas Manggarai Tengah.
Di desa tadi seorang ibu muda menyapa saya, “Neka rabo, kraeng!” yang artinya “Jangan marah, tuan!”. Lucu memang. Waktu itu tidak ada alasan untuk saya marah-marah. Yah, tapi kalaupun memang tidak boleh marah apa boleh buat. Neka rabo!