Fortifikasi Londo di Makassar

Apa yang engkau cari di fortifikasi londo ini? Tanya saya kepada diri sendiri kala berkunjung ke Fort Rotterdam. Sebiasanya saya bukanlah penggemar benteng yang hidup di bawah riuh rendah popularitas seperti ini. Sebelas dua belas dengan Fort Vrederburg di Yogyakarta, Fort Rotterdam di Makassar dirayakan dengan penuh gegap gempita.

Seluruh sudut benteng ini nampak terawat dengan rapih, gedung-gedungnya dilabur baik, dan museumnya pun tertata rapi. Bandingkan dengan Fort Vastenburg di Solo yang kala itu menjadi sarang ular atau Fort Amsterdam di Ambon yang hidup terpencil dalam sunyi senyap Laut Banda.

Dari enam dinding masif yang melingkupi benteng ini, lima masih terlihat jelas. Masing-masing dari mereka menyandang nama tenar Bastion Buton, Bastion Mandassar, Bastion Bacang, Bastion Buton, dan Bastion Amboina. Satu yang tersisa adalah Bastion Ravelin yang dindingnya sudah runtuh dan lenyap tanpa jejak. Mungkin batu-batunya sudah dicuri orang.

Satu gedung yang terletak di bagian utara kompleks ini dinamai Rumah Speelman. Yang menarik adalah alih-alih pernah dimanfaatkan oleh Cornelis Speelman sebagai tempat tinggal, gedung tersebut justru pernah didiami oleh Gubernur Sulawesi Selatan. Sementara Speelman sendiri pada dasarnya tidak pernah tinggal di rumah itu.

Fort Rotterdam adalah benteng yang multifungsi. Pada suatu zaman, ia pernah menjadi gudang rempah-rempah. Setelah pada zaman sebelumnya menjadi pusat pemerintahan Kerajaan Gowa. Pada zaman yang lain, ia menjadi episentrum militer, penjara tahanan politik, hingga kini menjadi museum dan tempat wisata.

Bohong apabila dikatakan bahwa saya tidak terkesan dengan Fort Rotterdam. Bangunan yang sebenarnya tidak terlampau menarik apabila dibandingkan dengan model sarang walet ala Fort Amsterdam atau fortifikasi masif ala Fort Marlborough. Namun dari sisi sejarah dan perjalanan hidupnya, Fort Rotterdam adalah satu hal yang tidak tertandingi.